Welcome To http://www.cerminan hati al-insan.blogspot.com/ Semoga Bermanfaat.

Rabu, 29 Agustus 2012

Peta Filsafat

BAB I
PENDAHULUAN
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. 1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal. 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal. 3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. 4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok.
Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN PETA FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Sebelum kita menjelaskan tentang Peta Filsafat Pendidikan Islam alangkah baiknya kita perhatikan terlebih dahulu makna peta dan filsafat. Secara harfiah kata “peta” berarti “gambaran”. Sedangkan kata  filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cint  terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.

B.    PETA PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Secara umum bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang memiliki nilai-nilai universalitas yaitu pendidikan yang dapat memberdayakan manusia dan masyarakat yang unggul, demokratis, berperadaban, meletakan kedudukan manusia sebagai subjek dalam proses pembinaan dan pengembangan potensi bawaannya untuk mewujudkan manusia yang berilmu ilahiyah dan beramal ilahiyah sebagai manusia yang unggul (insan kamil).
Manusia dalam menjalankan hidupnya  sebagai pengabdian kepada Allah, memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan profesional, etos kerja, berorientasi ke masa depan, mempunyai cita-cita dan visi dalam hidupnya, memiliki keunggulan kompetitif, komporatif, inovatif, taat hukum, menghargai hak asasi manusia, menghargai perbedaan (pluralisme), memiliki rasa tanggungjawab, dan bersikap rasional dalam bertindak.
Persoalan pendidikan Islam masih berada pada determinasi historik, bahwa sampai saat ini, pemikiran pendidikan Islam belum dapat keluar, (inward looking) masih berada pada posisi “romantisme historis”, “nostalgian” dari idealisasi,  kejayaan  pemikiran dan peradaban masa lalu di zaman keemasan Islam. Bangga, Islam telah memberikan kontribusi besar bagi pembangunan peradaban umat manusia, pada aspek budaya, seni, pendidikan, dan ilmu pengetahuan, yang menjadi transmisi bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern. Ada upaya untuk tetap mempertahankan pendidikan Islam sebagai lembaga "tafaqqahu fiddien (murni), mempertahan pendidikan.
Pemikiran-pemikiran pendidikan Islam tidak “berdaya” dihadapkan dengan realitas masyarakat industri dan teknologi modern yang datang dari Barat.
Kenyataan ini menimbulkan eksesif berupa berlangsunya dualisme dan polarisasi system pendidikan di tengah-tengah masyarakat muslim, sementara agenda transformasi social yang digulirkan seakan berfungsi sekedar tambal-sulam”, maka tidak mengherankan jika kemudian disatu pihak masih saja kita dapati performance pendidikan Islam yang dicap sangat tradisonal, kolot dan ketinggalan, karena tetap dalam kondisi the old fashion, tetapi di pihak lain juga didapati pendidikan Islam yang bercorak materialistik-sekularistik.
Sedangkan perkembangan pemikiran pembaruan pendidikan Islam pada era Orde Baru dan era reformasi terkait dengan persoalan modernisasi, persoalan dikotomik, persoalan integrasi, dan persoalan kualitas pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a)    Persoalan pemikiran modernisasi pendidikan Islam menjadi kritik bagi umat Islam, sebab pemahaman tentang modernisasi selalu dinilai dan diidentikan dengan pemikiran Barat atau ke barat-baratan, sehingga menimbulkan sikap “reaktif” umat Islam dalam upaya pembaruan pendidikan Islam.
Ada tiga mainstream (tendensi) pemikiran;
•    pemikiran pertama, berkeinginan untuk tetap mempertahankan pendidikan Islam sebagai lembaga "tafaqqahu fiddien (murni), sebagai pendidikan isolatif-tradisonal yang corak keaslian (indigenous) Indonesia, diharapkan dapat menyiapkan kader-kader Islam yang mampu dan terampil sebagai pemikir dan praktisi keagamaan di masyarakat. Corak pemikiran ini lebih menggunakan paradigma “relegius-konservatif”, cenderung bersifat “murni” keagamaan, sangat berorientasi kuat pada moral-etika keagamaan dan mengambil jarak terhadap pengaruh rasional dari luar;
•    Pemikiran kedua, keberadaan pendidikan Islam telah menyebabkan terjadinya dualisme dan dikotomi pendidikan antara pengetahuan umum dan pengetahuan agama antara Islamic knowledge dan non-islamic knowledge. Pendidikan Islam akan cenderung mencetak warga negara yang eksklusif. Pemikiran kelompok ini tidak menghendaki ada dikotomik system pendidikan di Indonesia dan tidak menginginkan terjadinya “pemilahan-pemilahan antara ilmu umum dan ilmu agama.
•    Pemikiran ketiga, pendidikan Islam sebagai suatu lembaga alternatif bagi umat Islam, dengan fungsinya sebagai lembaga tafaqqahu fiddien atau suatu bentuk pendidikan berkrakter Islam masih diperlukan di Indonesia, menjadi sebuah lembaga pendidikan alternatif yang dapat mencerahkan persoalan-persoalan yang dihadapi manusia modern.
b)    Pemikiran yang berkembang pada persoalan dikotomik, integrasi dan kualitas pendidikan menjadi masalah serius dalam usaha pembaruan pendidikan Islam di Indonesia; persoalan dikotomik, antara pendidikan agama dan pendidikan umum atau antara ilmu agama dan ilmu umum, sebab masih kuatnya anggapan dikalangan masyarakat muslim bahwa mencari ilmu agama adalah fardhu ’ain dan ilmu umum fardhu kifayah. Persoalan-persoalan keduniaan dianggap kurang penting, orientasi pendidikan Islam lebih banyak berkonsentrasi pada ukhrawiyah, sangat kuat aspek keagamaan (al-‘ulmu al-diniyah), dianggap sebagai jalan pintas menuju kebahagian akhirat, sementara sains (ilmu pengetahuan) dianggap terpisah dari agama. Cara pandang ini membawa kemunduran dan kurang berkembangnya pendidikan Islam, pola fikir bipolar-dikotomik telah membawa akibat yang tidak nyaman bagi kehidupan dan kesejahteraan umat manusia, menjadikan manusia terasing dari nilai-nilai spritualitas-moralitas, tersaing dari dirinya sendiri. Dari perspektif ini kemudian muncul berbagai tawaran pemikiran dan pandangan dari para ahli pendidikan Islam untuk keluar dan melepaskan diri dari paradigma ini, dengan menginginkan pendidikan dilakukan tanpa bersifat dikotomis terhadap sains dan ilmu agama, pemikiran pendidikan harus menggunakan “pola integrasi” secara total, hal ini didasarkan pada perspektif historis bahwa para ulama-ulama terdahulu tidak memilki sikap dan cara berpikir yang dikotomik. Kita harus berani membongkar sistem pendidikan Islam yang terkesan dikotomik, hegomonik, membelenggu, selama ini, untuk menuju pendidikan Islam yang mencerdaskan, kritis, kreatif, inovatif dan memerdekakan; Persoalan integrasi, pemikiran tentang integrasi pendidikan, sebagai upaya membangun pendidikan Islam secara “terpadu” untuk mengembangkan manausia Indonesia seutuhnya yang berkualitas. Integritas pendidikan memerlukan integrasi kurikulum atau secara khusus memerlukan integrasi pelajaran dan integrasi secara departemental. Pendidikan berorientasi kepada persolan dunia dan ukhrawi sekaligus, atau nilai kebenaran absolut dan nilai kebenaran relatif secara integral. Pemikiran integrasi pendidikan bukan sekedar bersifat linier atau searah, tetapi multidimensi atau integrasi secara menyeluruh.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Islam dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten. Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.
B.    SARAN
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000
Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984.
Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983.
Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995.
Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar