BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia saat ini banyak sekali kematian ibu yang terjadi pada masa nifas. Oleh karena itu seorang bidan dituntut untuk menguasai pengetahuan dan tehnologi supaya bidan dapat mendeteksi secara dini adanya komplikasi pada masa nifas, disamping itu seorang bidan juga harus mengaplikasikan teori-teori yang dimilikinya ke dalam tindakan klinis secara tepat dan cepat. Bidan juga dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat karena bidan merupakan tenaga kesehatan yang profesional.
Infeksi nifas pada awalnya adalah penyebab kematian maternal yang paling banyak, namun dengan kemajuan ilmu kebidanan terutama pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas, pencegahan dan penemuan obat-obat baru dari itulah dapat diminimalisir terjdinya infeksi nifas.
Dari itulah seorang bidan perlu mengetahui tentang infeksi nifas, mulai dari apa itu infeksi nifas,bagaimana penyebab terjadinya infeksinya,pencegahanya dan pegobatan dari infeksi nifas tersebut. Hal ini ditujukan untuk terwujudnya persalinan yang aman asuhan nifas yang higienis sehingga komplikasi pada masa nifas tidak lagi terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Infeksi Nifas.
2. Kelainan dan Penyakit lain dalam Nifas.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Dapat Mengetahui Infeksi Nifas.
2. Untuk Dapat Mengetahui Kelainan dan Penyakit lain dalam Nifas.
D. Manfaat Penulisan
1. Memberikan Pengetahuan Tentang Infeksi Nifas.
2. Memberikan Pengetahuan Tentang Kelainan dan Penyakit dalam Nifas.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Infeksi Nifas
1. Definisi
Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yangdisebabkan oleh mesuknya kuman-kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. Dahulu infeksi ini merupakan sebab kematian maternal yang palaing penting, akan tetapi berkat kemajuan ilmu kebidanan, kususnya pengetahuan tentang sebab-sebab infeksi nifas serta pencegahanya, dan penemuan obat-obat baru seperti sulfa dan antibiotika lainnya, di Negara-negara maju peranannya sebagai penyebab kematian tersebut sudah berkurang. Di Negara-negara sedang berkembang, dengan pelayanan kebidanan yang masih jauh dari sempurna, peranan infeksi nifas masih besar.
Demam nifas atau dengan kata lain morbiditas puerperalis meliputi demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Menurut joint Commitee On Maternal welfare defenisi demam (infeksi) nifas adalah kenaikan suhu sampai 38 oC atau lebih selama 2 hari berturut- turut dalam 10 hari pertama post partum dengan mengecualikan hari pertama. Suhu harus diukur selama 4 kali sehari.
2. Riwayat
Infeksi nifas sudah dikenal dalam zaman Hippocrates dan Galenius.Zaman dulu penyakit ini diduga disebabkan oleh tidak mengeluarkan lokia keluar dan untuk berabad-abad lamanya teori tersebut diterima; kemudian banyak teori lain dikemukakan untuk menerangkan sebab-sebabnya. Dalam tahun 1849 Semmelweis untuk pertama kali, berdasarkan pengalamannya pada Wiener Gebaranstalt, menyatakan bahwa penyakit dalam nifas ini, yang meminta korban demikian banyak, disebabkan oleh infeksi pada luka-luka di jalan lahir, yang untuk sebagian besar datang dari luar.
3. Cara Terjadinya Infeksi
Infeksi dapat terjadi sebagai berikut :
1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina ke dalam uterus.
2. Droplet infection. Sarung tangan atau alat-alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan dokter atau pembantu-pembantunya.
3. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen, berasal dari penderita-penderita berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa oleh aliran udara ke mana-mana.
4. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam.
4. Faktor Predisposisi
Faktor Predisposisi yang terpenting pada infeksi nifas ialah :
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita.
b. Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah.
5. Patologi
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira-kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol-benjol karena banyaknya vena yang yang ditutupi trombus. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina, dan perineum, yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman-kuman patogen.
Infeksi nifas dapat dibagi dalam 2 golongan : yaitu (1) Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium; dan (2) Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe, dan melalui permukaan endometrium.
6. Infeksi Pada Perineum, Vulva, Vagina, Serviks, dan Endometrium
a. Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak; jahitan mudah terlepas, dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus.
b. Vaginitis
Infeksi vagina terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.
c. Servisitis
Infeksi serviks sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
d. Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium.
7. Penyebaran Melalui Pembuluh-Pembuluh Darah
• Septikemia dan piemia
Ini merupakan infeksi umum yng disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat patogen biasanya Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50 % dari semua kematian karena infeksi nifas.
8. Penyebaran melalui jalan limfe dan jalan lain
• Perotonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe di dalam uterus langsung mencapai perotoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan di antara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan parametritis
• Parametritis (Sellulitis Pelvika)
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau sellulitis pelvika. Peritonitis mungkin terbatas pada rongga pelvis saja atau menjadi perotonitis umum. Peritonitis umum merupakan komplikasi yang berbahaya dan merupakan sepertiga dari sebab kematian kasus infeksi.
9. Penyebaran melalui permukaan endometrium
• Salpingitis, ooforitis
Kadang-kadang walaupun jarang-infekasi menjalar ke tuba Fallopi, malahan ke ovarium. Di sini terjadi salpingitis dan atau ooforitis yang sukar dipisahkan dari pelvioperitonitis.
10. Diagnosis
Kebanyakan demam setelah persalinan disebabkan oleh infeksi nifas, akan tetapi kemungkinan sebab-sebab di luar alat genital harus dipertimbangkan juga. Dalam hal yang terakhir ini paling sering ditemukan ialah radang saluran pernafasan, pielonefritis, dan mastitis. Berhubung dengan itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang seksama terhadap penyakit-penyakit tersebut di atas.
Pada penderita dengan infeksi nifas perlu diketahui apakah infeksi terbatas pada tempat-tempat masuknya kuman-kuman ke dalam badan (porte d’entree) atau menjalar ke luar tempat-tempat itu. Dalam minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan dengan nyata adanya perluasan infeksi; yang lebih penting ialah gejala-gejala umum. Seseorang penderita dengan infeksi yang meluas di luar porte d’entree tampaknya sakit, suhu meningkat dengan kadang-kadang disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak.
Jika ada fasilitas, pada penderita dengan infeksi nifas hendaknya diambil getah dari vagina sebelah atas untuk pembiakan, dan pada infeksi yang tampaknya berat juga diambil darah untuk maksud yang sama. Usaha ini dilakukan untuk mengetahui penyebab infeksi nifas, dan guna memilih antibiotika yang paling tepat untuk pengobatan.
11. Prognosis
Menurut derajatnya septikemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas tinggi, dan segera diikuti oleh peritonitis umum. Piemeia menyebabkan kematian yang cukup tinggi. Penyakitnya berlangsung lebih lama.
Pada pelvioperitonitis dan sellulitis pelvis bahaya kematian dapat di atasi dengan pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.
12. Pencegahan
Selama Kehamilan
Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan faktor penting; karenanya diet yang baik harus diperhatikan
Koitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
Selama Persalinan
Usaha-usaha pencegahan terdiri atas membatasi sebanyak mungkin masuknya kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarit-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Demikian pula semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker; yang menderita infeksi pernafasan tidak boleh masuk kamar bersalin; alat-alat, kain-akain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan bila perlu, indikasi serta kondisi untuk bedah kebidanan harus dipatuhi. Selanjutnya, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan tranfunsi darah harus diberikan menurut keperluan.
Selama nifas
Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari-hari pertama post partum harus dijaga gar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Oleh sebab itu, semua alat atau kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
Pengunjung-pengunjung dari luar hendaknya pada hari-hari pertama dibatasi sedapat mungkin. Tipa penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas yang sehat.
13. Pengobatan
Pengobatan dengan antibiotik memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Jenis antibiotika yang baik yang mempunyai khasiat yang nyata terhadap kuman-kuman yang menjadi penyabab infeksi nifas. Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan tubuh tetap di perlukan. Perawatan sangatlah penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, bila perlu tranfusi darah dilakukan. Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis halus berlubang, lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik. Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering di ganti.
B. Kelainan dan Penyakit Lain Dalam Nifas
1. Kelainan Pada Mamma
Pembendungan air susu
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar kadar estrogen dan progesterone turun dalam 2-3 hari. Faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu hamil dan sangat dipengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mamae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya membutuhkan reflek yang menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut, reflek ini timbul bila bayi menyusu.
Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik atau kemudian apabila kelenjar- kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna terjadi pembendungan air susu. Mamae panas, keras pada perabaan dan nyeri, suhu badan tidak naik. Putting susu mendatar sehingga dapat menyukarkan bayi menyusu. Kadang- kadang pengeluaran susu juga terhalang sebab duktuli laktiferi menyempit karena pembesaran vena serta pembuluh limfe.
Mastitis
Dalam masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan pada mammae terutama pada primipara. infeksi terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin juga melalui peredaran darah. Tanda-tandanya adalah rasa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu, dan tidak ada nafsu makan.
Penyebab infeksi biasanya Staphylococcus aurens. Mamma membesar, nyeri, dan pada suatu tempat kuliah merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak lekas diberi pengobatan, bisa terjadi abses.
Pencegahan
Perawatan puting susu pada waktu laktasi merupakan usaha penting untuk mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan puting susu dengan sabun sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu yang sudah mengering. Selain itu yang memberi pertolongan kepada ibu yang menyusui bayinya harus bebas dari infeksi dengan stafilokokkus. Bila ada retak atau luka pada puting, sebaiknya bayi jangan menyusu pada mamma yang bersangkutan sampai luka itu sembuh. Air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan.
Pengobatan
Segera setelah mastitis ditemukan, pemberian susu kepada bayi dari mamma yang sakit dihentikan, dan diberi antibiotika. Dengan tindakan-tindakan ini terjadinya abses sering kali dapat dicegah. Karena biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus, penillisin dalam dosis cukup tinggi daat diberikan. Sebelum pemberian penisilin dapat diadakan pembiakan air susu, supaya penyebab mastitis benar-benar diketahui. Bila ada abses, nanah perlu dikeluarkan dengan sayatan sedikit mungkin pada abses, dan nanah dikeluarkan terus. Untuk mencegah kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-duktus itu.
Kelainan Puting Susu
a. Puting susu berbentuk bundar dan menonjol keluar dari permukaan mamma. Bisa jadi puting mencekung dan memberi kesukaran pada bayi untuk menyusu. Jika kesukaran itu tidak dapat diatasi, air susu harus dikeluarkan dengan pijatan atau dengan menggunakan pompa susu.
b. Luka pada puting susu sudah dibahas pada pembicaraan mastitis.
Kelainan dalam Keluarnya Air Susu
Terdapat banyak perbedaan dalam jumlah air susu ibu yang dikeluarkan dalam masa laktasi, dan lamanya masa laktasi. Hal itu tergantung dari pertumbuhan kelenjar-kelenjar susu.
Jarang sekali susu tidak atau hampir tidak keluar sama sekali. Kadang-kadang pengeluaran air susu berlimpah-limpah. Apabila air susu keluar terus-menerus dalam jumlah yang cukup banyak, walaupun bayi sudah disapih, hal itu dinamakan galaktorea. Pada sindroma chiari-fromme ditemukan galaktorea, bersama-sama dengan amenorea dan atrofi uterus. Keadaan ini mungkin disebabkan oleg gangguan sistem hipotalamo-hipofisis.
Penghentian Laktasi
Kadang-kadang timbul keperluan untuk mengusahakan agar laktasi tidak diadakan atau dihentikan, misalnya apabila bayi lahir mati, apabila bayi yang sudah menyusu meninggal, atau apabila ibu oleh salah satu sebab tidak dapat atau tidak mau menyusui bayinya.
Penghentian laktasi dengan mengikat dada tanpa obat hormon menyebabkan rasa nyeri dalam kurang lebih 50 % dengan keluhan keras pada kira-kira 15 %. Pemberian estrogen umumnya dapat mengurangi keluhan itu. Dalam kira-kira 40 % laktasi bisa timbul lagi, sehingga obat perlu diulang. Pemberian estrogen dapat menyebabkan perdarahan terus setelah obat dihentikan (withdrawal bleeding). Pernah dikemukakan pula bahwa pemberian estrogen untuk menghentikan laktasi memberi predisposisi terhadap terjadinya tromboembolisme.
2. Kelainan Pada Uterus
Subinvolusi
Sesudah partus berakhir uterus yang beratnya 1000 gram mengecil sampai menjadi 40-60 gram dalam 6 minggu. Proses ini, yang dinamakan involusi uterus, didahului oleh kontraksi-kontraksi uterus yang kuat, yang menyebabkan berkurangnya peredaran darah dalam alat tersebut. Kontraksi itu dalam masa nifas berlangsung terus, biarpun biarpun tidak sekuat seperti permulaan. Hal tersebut, serta hilangnya pengaruh estrogen dan progesteron, menyebabkan autolisis dengan akibat bahwa sel-sel otot pada dinding uterus menjadi lebih kecil dan pendek.
Pada subinvolusi proses mengecilnya uterus terganggu. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan itu ialah antara lain ketinggalan sisa-sisa plasenta dalam uterus, endometritis, adanya mioma uteri, dan sebagainya. Pada peristiwa ini lokia bertambah banyak dan tidak jarang terdapat pula perdarahan.
Pada pemeriksaan bimanual ditemukan uterus lebih besar dan lebih lembek daripada seharusnya, mengingat lamanya masa nifas.
Terapi subinvolusi ialah pemberian ergometrin per os atau dengan suntikan intramuskuler. Pada subinvolusi karena tertinggalnya sisa-sisa plasenta perlu dilakukan kerokan.
Perdarahan Nifas Sekunder
Perdarahan nifas dinamakan sekunder bila terjadi 24 jam atau lebih sesudah persalinan. Perdarahan ini bisa timbul pada minggu kedua nifas. Perdarahan sekunder ini ditemukan kurang dari 1% dari semua persalinan. Sebab-sebabnya ialah subinvolusi, kelainan kongenital uterus, inversio uteri, mioma uteri submukosa, dan penghentian pengobatan dengan estrogen untuk menghentikan laktasi.
Terapi dapat dimulai dengan pemberian 0,5 mg ergometrin intramuskuler, yang dapat diulang dalam 4 jam atau kurang. Perdarahan yang banyak memerlukan penanganan khusus, kerokan dapat menghentikan perdarahan. Pada tindakan ini perlu dijaga agar tidak terjadi perforasi.
3. Kelainan-Kelainan Lain dalam Nifas
Trombosis dan embolisme
Trombosis ini, yang dapat terjadi pada kehamilan tetapi lebih sering ditemukan pada masa nifas jarang ditemukan di Indonesia. Bahwa penyakit itu lebih banyak terdapat dalam hubungan dengan kehamilan, disebabkan oleh 3 hal ; yaitu a) perubahan susunan darah; b) perubahan laju peredaran darah; dan c) perlukaan lapisan intima pembuluh darah.
Pada masa hamil, khususnya pada persalinan pada saat terlepasnya plasenta, kadar fibrinogen serta faktor lain yang memegang peranan dalam pembekuan meningkat, sehingga memudahkan timbulnya pembekuan. Selanjutnya pada hamil tua peredaran darah dalam kaki menjadi lebih lambat karena tekanan uterus yang berisi janin serta berkurangnya aktivitas wanita; kekurangan aktivitas ini masih berlangsung terus dalam masa nifas. Akhirnya pada persalinan, terutama yang diselesaikan dengan pembedahan, ada kemungkinan gangguan pada pembuluh darah, terutama di daerah pelvis.
Faktor-faktor yang merupakan predisposisi terhadap timbulnya trombosis ialah bedah-kebidanan, usia lanjut, multi paritas, varises, dan infeksi nifas.
Trombosis bida terdapat pada vena-vena di kaki, akan tetapi mungkin pula pada vena-vena di daerah panggul. Lokalisasi trombus pada kaki ialah pada vena-vena yang dekat pada permukaan dan/atau vena-vena yang terletak lebih dalam. Trombosis pada vena yang dekat pada permukaan biasanya disertai peradangan, sehingga merupakan tromboflebitis. Gejala-gejala setempat ialah nyeri, panas pada perabaan, dan kemerah-merahan. Gejala umum ialah kenaikan suhu.
Trombolisis pada vena-vena yang terletak lebih dalam kira-kira 50 % tidak menimbulkan gejala-gejala. Gejala-gejala terdiri atas rasa nyeri di kaki jika berjalan. Kadang-kadang dapat dilihat bahwa kaki yang sakit membengkak sedikit. Mungkin juga suhu badan agak naik. Tekanan pada betis bisa menimbulkan rasa nyeri, demikian pula dorsofleksi ujung kaki (tanda Hormon). Diagnosis trombosis vena-vena yang terletak dalam kini dapat ditegakkan dengan flebografi, dengan penggunaan radio-isotop, dan dengan cara ultrasonik.
Embolisme paru-paru jarang sekali terjadidari trombosis vena-vena kaki yang terletak dekat di bawah permukaan; lebih sering dari trombus vena-vena yang terletak dalam dan dari vena-vena di daerah panggul. Embolus kecil menimbulkan gejala-gejala dispnea dan pleuritis, embolus besar dapat menutup arteria pulmonalis serta menimbulkan syok dan kematian.
Penanggulangan
Trombosis ringan, khususnya dari vena-vena di bawah permukaan, ditangani dengan istirahat dengan kaki agak tinggi dan dengan pemberian obat-obat seperti asidum asetilosalisilikum. Jika ada tanda peradangan, dapat diberi antibiotika. Segera setelah rasa nyeri hilang, penderita dianjurkan untuk mulai berjalan.
Pada yang agak berat dan terutama jika vena-vena dalam ikut serta, perlu diberi antikoagulansia untuk mencegah bertambah luasnya trombus, dan mengurangi bahaya emboli. Terapi dapat dimulai dengan heparin melalui infus intravena sebanyak 10.000 satuan setiap 6 jam untuk kemudian diteruskan dengan koumarin yang dapat diberikan per os. Perlu dikemukakan bahwa koumarin tidak boleh diberikan pada waktu hamil karena dapat melewati plasenta dan menyebabkan perdarahan pada janin. Warfarin diberikan mula-mula 10 mg sehari, kemudian 3 mg sehari dan sebagai pengawasan pemeriksaan masa protrombin berulang, untuk mencegah timbulnya perdarahan. Pengobatan dilanjutkan selama 6 minggu untuk kemudian dikurangi dan dihentikan dalam 2 minggu.
Pengobatan embolismus paru-paru terdiri atas usaha untuk menanggulangi syok dan pemberian antikoagulansia. Pada embolus kecil yang timbul berulang dapat dipertimbangkan emngikat vena di atas tempat trombus.
Nekrotis Pars Anterior Hipofisis PostPartum
Nekrotis pars anterior hipofisis terjadi tidak lama sesudah persalinan sebagai akibat syok karena perdarahan. Hipofisis berinvolusi sesudah persalinan dan diduga bahwa pengaruh syok pada hipofisis yangs sedang dalam involusi dapat menimbulkan nekrosis pada pars anterior. Akhir-akhir nin dicari trombosis pada sinusoid hipofisis. Dengan demikian, menurut pendapat ini nekrotis timbul pada syok yang disertai kelainan pembekuan darah, seperti pada eklampsia dan solusio plasenta.
Pada kasus yang berat tanda-tanda sindroma timbul tidak lama sesudah persalinan. Terdapat agalaktia, amenorea, dan gejala-gejala insufisiensi pada alat-alat lain yang fungsinya dipengaruhi oleh hormon-hormon pars anterior hipofisis (galndula tireodea, galndula suprarenalis).
Pengobatan terdiri atas pemberian hormon-hormon untuk mengganti hormon-hormon yang tidak lagi atau kurang dikeluarkan oleh glandula tireoidea, glandula suprarenalis, dan ovarium.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yangdisebabkan oleh mesuknya kuman-kuman kedalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas.
2. Demam (infeksi) nifas adalah kenaikan suhu sampai 38 oC atau lebih selama 2 hari berturut- turut dalam 10 hari pertama post partum dengan mengecualikan hari pertama. Suhu harus diukur selama 4 kali sehari.
3. Kebanyakan demam setelah persalinan disebabkan oleh infeksi nifas, akan tetapi kemungkinan sebab-sebab di luar alat genital harus dipertimbangkan juga.
4. Kelainan dan Penyakit Lain Dalam Nifas, yaitu :
• Kelainan Pada Mamma
• Kelainan Pada Uterus
• Kelainan-Kelainan Lain dalam Nifas
B. Saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Llewellyn-Jones. 1976. Mother Child. Inhibition of Lactation.
Mochtar A, Martohoesodo S. 1970. Kematian Ibu di Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin. Bandung : Kongr Obstet Ginek Indon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar