Welcome To http://www.cerminan hati al-insan.blogspot.com/ Semoga Bermanfaat.

Minggu, 08 April 2012

Aliran dalam Ilmu Kalam

1.    Kelompok Jabariyah
a.    Pendiri
Pendiri aliran Jabariyah yaitu Ja'ad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan. Ja'ad orang pertama yang memperkenalkan ajaran Jabariyah atau Predestination (keterpaksaan) manusia, maka Jahm bin Shafwan adalah orang pertama yang menyebarkannya.
b.    Sejarah
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qadariyah, yaitu pada paruh pertama abad ke-2 H / ke-8 M.Paham jabariyah berkembang pesat pada kekuasaan Daulat Umayah (661 – 750 M), dukungan Bani Umayah kepada Jabariyah didasarkan pada pengabsahan teologis yang diberikan kaum Jabariyah atas kekuasaan Umayah. Menurut Jabariyah, khilafat yang dipegang Bani Umayah adalah ketentuan dan takdir Ilahi yang harus diterima setiap orang, meskipun diketahui bahwa kursi kekhalifahan itu dipegang oleh Bani Umayah melalui tipu daya yang sangat licik terhadap Ali bin Abi Thalib. Namun bagi Jabariyah semua itu sudah merupakan ketentuan Allah dan setiap muslim tidak kuasa menghindarinya. Selanjutnya, Jabariyah juga memberikan legimitasi atas system pergantian kekuasaan yang dilakukan Bani Umayah secara turun temurun (monarki). Orang islam pertama yang memperkenalkan paham Jabariyah adalah Ja’ad bin Dirham. Paham ini kemudian diterima dan disebarluaskan oleh Jahm bin Sofwan. Tokoh yang disebut terakhir inilah yang oleh para ahli yang dipandang sebagai tokoh pendiri aliran Jabariyah yang sesungguhnya, sehingga aliran ini sering pula dinisbahkan kepada namanya dengan sebutan aliran Jahmiyah.
Mengenai asal – usul aliran Jabariyah di dalam islam, pada umumnya para ahli beranggapan bahwa aliran tersebut muncul sebagai akibat dari paham agama yahudi. Dikatakan bahwa Ja’ad bin Dirham mengambil paham Jabariyah tersebut dari seorang Yahudi di Syam (suriah). Pendapat yang lebih mendetail mengatakan bahwa paham ini bersumber dari fikiran seorang Yahudi yang bernama Thalut bin A’shom yang sengaja diinfiltrasikan ke dalam Islam pada permulaan Khulafaur Rasyidin,
kemudian disebarkan oleh Ibban bin Sam’an dan Ja’ad bin Dirham.
Namun Abu Zahrah tidak menganggap paham orang yahudi sebagai satu – satunya yang mempengaruhi munculnya paham jabariyah. Kemunculannya sangat mungkin juga karena pengaruh paham orang – orang persia yang berlatar belakang agama zoroaster dan manu. Abu Zahrah menyebutkan adanya sebuah berita, yang menceritakan bahwa seorang laki – laki persia datang kepada Rasulullah SAW seraya berkata ;”Engkau telah melihat orang persia mengawini anak – anak dan saudara perempuannya. Apabila ditanya kenapa mereka berbuat demikian, maka mereka menjawab ini adalah Qada dan Qadar Tuhan.” Lalu Rasulullah berkata;” Akan ada diantara umatku yang berpaham demikian, dan mereka itu majusi umatku.”
c.    Keyakinan
•    Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
•    Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
•    Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
•    Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
•    Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
•    Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
•    Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
•    Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.

2.    Kelompok Qadariyah
a.    Pendiri
Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy. Ma`bad adalah seorang taba’i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri. Adapun Ghalian adalah seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Usman bin Affan. Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyum, seperti dikutip Ahmad Amin, memberi informasi lain bahwa yang pertama kali memunculkan faham Qadariyah adalah orang Irak yang semuala beragama kristen kemudian beragama islam dan balik lagi keagama kristen. Dari orang inilah Ma’bad dan Ghailan mengambil faham ini. Orang irak yang dimaksud, sebagaimana dikatakan Muhammad Ibnu Syu’i.
b.    Sejarah
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M.
Ibnu Nabatah menjelaskan dalam kitabnya, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ahmad Amin, aliran Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh orang Irak yang pada mulanya beragama Kristen, kemudian masuk Islam dan kembali lagi ke agama Kristen. Namanya adalah Susan, demikian juga pendapat Muhammad Ibnu Syu’ib. Sementara W. Montgomery Watt menemukan dokumen lain yang menyatakan bahwa paham Qadariyah terdapat dalam kitab ar-Risalah dan ditulis untuk Khalifah Abdul Malik oleh Hasan al-Basri sekitar tahun 700M.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam Muktazilah
c.    Keyakinan
•    Manusia mempunyai daya dan kekuatan untuk menentukan nasibnya, melakukan segala sesuatu yang diinginkan baik dan buruknya. Jadi surga atau neraka yang didapatnya bukan merupakan takdir Tuhan melainkan karena kehendak dan perbuatannya sendiri.
•    takdir merupakan ketentuan Allah SWT terhadap alam semesta sejak zaman azali, yaitu hukum yang dalam Al-Qur’an disebut sunnatullah.
•    Secara alamiah manusia mempunyai takdir yang tak dapat diubah mengikuti hukum alam seperti tidak memiliki sayap untuk terbang, tetapi manusia memiliki daya untuk mengembangkan pemikiran dan daya kreatifitasnya sehingga manusia dapat menghasilkan karya untuk mengimbangi atau mengikuti hukum alam tersebut dengan menciptakan pesawat terbang

3.    Kelompok Mu`tazilah
a.    Pendiri
Pendiri mu'tazilah ialah Washil bin Atho' Abu Hudzaifah al-Basri al- Ghozazal. Lahir pada tahun 80 H. Di Madinah dan meninggal pada tahun 131 H.
Semula ia murid Hasan al-Bashri ra yang cukup setia. Namun dalam menimbu ilmu, Washil termasuk salah satu diantara teman-temannya yang memiliki pemikiran sangat liar dan rasional.
b.    Sejarah
Kelompok pemuja akal ini muncul di kota Bashrah (Irak) pada abad ke-2 Hijriyah, antara tahun 105-110 H, tepatnya di masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan dan khalifah Hisyam bin Abdul Malik. Pelopornya adalah seorang penduduk Bashrah mantan murid Al-Hasan Al-Bashri yang bernama Washil bin Atha’ Al-Makhzumi Al-Ghozzal. Ia lahir di kota Madinah pada tahun 80 H dan mati pada tahun 131 H. Di dalam menyebarkan bid’ahnya, ia didukung oleh ‘Amr bin ‘Ubaid (seorang gembong Qadariyyah kota Bashrah) setelah keduanya bersepakat dalam suatu pemikiran bid’ah, yaitu mengingkari taqdir dan sifat-sifat Allah. (Lihat Firaq Mu’ashirah, karya Dr. Ghalib bin ‘Ali Awaji, 2/821, Siyar A’lam An-Nubala, karya Adz-Dzahabi, 5/464-465, dan Al-Milal Wan-Nihal, karya Asy-Syihristani hal. 46-48)
Seiring dengan bergulirnya waktu, kelompok Mu’tazilah semakin berkembang dengan sekian banyak sektenya. Hingga kemudian para dedengkot mereka mendalami buku-buku filsafat yang banyak tersebar di masa khalifah Al-Makmun. Maka sejak saat itulah manhaj mereka benar-benar terwarnai oleh manhaj ahli kalam (yang berorientasi pada akal dan mencampakkan dalil-dalil dari Al Qur’an dan As Sunnah -pen). (Al-Milal Wan-Nihal, hal.29)
Oleh karena itu, tidaklah aneh bila kaidah nomor satu mereka berbunyi: “Akal lebih didahulukan daripada syariat (Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’, pen) dan akal-lah sebagai kata pemutus dalam segala hal. Bila syariat bertentangan dengan akal –menurut persangkaan mereka– maka sungguh syariat tersebut harus dibuang atau ditakwil. (Lihat kata pengantar kitab Al-Intishar Firraddi ‘alal Mu’tazilatil-Qadariyyah Al-Asyrar, 1/65)
(Ini merupakan kaidah yang batil, karena kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka Allah akan perintahkan kita untuk merujuk kepadanya ketika terjadi perselisihan. Namun kenyataannya Allah perintahkan kita untuk merujuk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana yang terdapat dalam Surat An-Nisa: 59. Kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka Allah tidak akan mengutus para Rasul pada tiap-tiap umat dalam rangka membimbing mereka menuju jalan yang benar sebagaimana yang terdapat dalam An-Nahl: 36. Kalaulah akal itu lebih utama dari syariat maka akal siapakah yang dijadikan sebagai tolok ukur?! Dan banyak hujjah-hujjah lain yang menunjukkan batilnya kaidah ini.
c.    Keyakinan
•    Manusia bebas memilih apa yang akan ia lakukan, dan manusia itu menciptakan perbuatan-perbuatan mereka sendiri.
•    Pelaku dosa besar bukanlah seorang muslim dan bukan juga seorang kafir, akan tetapi ia adalah seorang fasik dan berada di tempat diantara dua tempat (ini adalah keadaannya di dunia), sedangkan di akhirat ia kekal di neraka, tidak mengapa jika ia disebut muslim karena ia menampakkan islam dan mengucapkan syahadatain, tetapi ia tidak disebut mukmin.

4.    Kelompok Khawarij
a.    Pendiri
Abdullah bin Wahab al-Rasyidi, pimpinan rombongan sewaktu mereka berkumpul di Harura (pimpinan Khawarij pertama)
b.    Sejarah
Setelah Utsman bin Affan dibunuh oleh orang-orang khawarij, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, setelah beberapa hari kaum muslimin hidup tanpa seorang khalifah. Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah, yang mana beliau masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan.
Sesuai dengan syariat Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian 'Ustman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan 'Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh 'Ustman saja karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya.
Akhirnya terjadilah perang shiffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Melihat hal ini, orang-orang khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib, tapi yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib.
c.    Keyakinan
•    Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.
•    Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan 'Ali ibn Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) dihukumi kafir.
•    Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi kholifah asalkan mampu memimpin dengan benar



DAFTAR PUSTAKA

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid-2, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1997.
Harun Nasution, Teologi Islam : Aliran – aliran, Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, Jakarta, 1983.
M. Taib Thahir Abd. Mu’in, Prof. K., Ilmu Kalam, Widjaya Jakarta, Jakarta, 1978.
Aboebakar Aceh, Prof. DR. H., Sejarah Filsafat IslaCV. Ramadhani, 1991.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar