Welcome To http://www.cerminan hati al-insan.blogspot.com/ Semoga Bermanfaat.

Minggu, 08 April 2012

Puasa Sunat dan Puasa Nazar

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Rukun islam dan seluruh ajarannya yang agung itu sudah mengucapkan dua kalimat syahadat adalah : mendirikan shalat, puasa ramadhan, membayar zaat, dan berhaji ke Bitul Haram.
Namun demikian ibadah yang tercermin dalam sikap meninggalkan dan menahan diri ini bukan sesuatu yang bersifat negatif. Dan yang menjadikan sikap demikian mempunyai nilai ibadah adalah dikarenakan orang muslim melakukan hal itu atas kehendak dan pilihannya dengan motif (niat) mendekatkan diri kepada Allah Taala, mala oleh karenanya tindakan tindakan rohani dan jasmani seperti ini bersifat positif yang mempunyai nilai positif pula dalam neraca timbangan amal.
Ibadah puasa bukan hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum, tetapi dimaksudkan untuk mewujudkan pribadi yang bertaqwa. Oleh sebab itu ayat perintah puasa dalam surat Al-Baqarah ayat 183 dengan untaian kalimat :
B.    RUMUSAN MASALAH
A.    Puasa Sunat
1.    Pengertian Puasa Sunat
2.    Macam-Macam Puasa Sunat
3.    Dasar Hukum Puasa Sunat
4.    Pendapat Ulama
B.    Puasa Nazar
1.    Pengertian Puasa Nazar
2.    Macam-Macam Puasa Nazar
3.    Tata Cara Pelaksanaan
4.    Sangsi Yang Meninggalkanny

BAB II
PEMBAHASAN

A.    PUASA SUNAT
1.    PENGERTIAN PUASA SUNAT
Puasa sunat ialah puasa yang dikerjakan kerana semata-mata untuk mengharapkan akan keampunan, keredhaan, balasan kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah. Puasa sunat boleh dikerjakan pada bila-bila masa yang diingini jika seseorang itu merasa ia berkemampuan untuk melaksanakannya kecuali pada hari-hari yang telah diharamkan dan pada hari-hari yang makruh berpuasa.
2.    MACAM-MACAM PUASA SUNAT
Puasa sunat di bulan Syawal. Puasa dalam bulan ini tidak semestinya berturut-turut iaitu selepas hari raya pertama, ia boleh dikerjakan pada bila-bila masa asalkan masih dalam bulan Syawal.
•    Puasa sunat di bulan Zulhijjah bermula pada tanggal 1 haribulan hinggalah 8 haribulan.
•    Puasa sunat pada tanggal 9 Zulhijjah ( hari Arafah ).
•    Puasa sunat Muharram bermula pada tanggal 1 haribulan hinggalah pada 9 haribulan (sunat Tausa’ ).
•    Puasa sunat pada tanggal 10 Muharram ( sunat ‘Asyura ).
•    Puasa sunat di bulan Rejab ( keseluruhan bulan Rejab ).
•    Puasa sunat di bulan Syaaban ( keseluruhan bulan Syaaban kecuali pada hari syak ).
•    Puasa sunat pada setiap hari Isnin dan Khamis.
•    Puasa sunat 3 hari pada tiap-tiap bulan Hijrah ( Islam ).
•    Puasa sunat pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 haribulan pada setiap bulan-bulan Hijrah ( Islam ).
•    Puasa sunat secara berselang-seli hari seperti semalam ia berpuasa dan hari ini ia berbuka dan pada esok harinya ia berpuasa semula.
3.    DASAR HUKUM PUASA SUNAT
Untuk puasa-puasa sunnat sudah ada ketentuan yang digariskan atas dasar Sunnatullaah dan Sunnatur-Rasulullaah, yaitu meliputi puasa-puasa seperti:
a.    Puasa 6 hari di bulan Syawal
Di dalam bulan Syawal ada peluang untuk mengerjakan puasa sunnat sebanyak 6 hari. Tanggal dimulainya hingga berakhirnya puasa Syawal yaitu dimulai dari tanggal 2 Syawal s.d. tanggal 30 Syawal. Dari tanggal-tanggal tersebut silahkan dikerjakan semampunya asal genap dapat tercapai banyaknya 6 hari. Jadi secara sunnah Rasulullah tidaklah berarti melaksanakan puasa 6 harus dikerjakan 6 hari berturut-turut. Bila mampu tidaklah mengapa, tapi bila tidak mampu kerjakan 1 hari atau 2 hari kemudian dilanjutkan bilamana ada kesempatan dan kemampuan hingga mencapai jumlah 6 hari.
b.    Puasa Arafah
Yaitu puasa sunnat yang dikerjakan bagi umat muslim yang berada di luar Arafah atau bagi umat muslim yang tidak melaksanakan rukun Haji. Dan bagi umat muslim yang sedang melaksanakan rukun Haji berada di Arafah, yaitu bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah.
Hikmah puasa tanggal 9 Dzulhijjah:
•    Akan mensucikan diri. Barangsiapa melaksanakan puasa tanggal 9 Dzulhijjah 3 kali berturut-turut (maksudnya 3 x tanggal 9 Dzulhijjah) maka yang keempatnya Allah akan memanggil untuk ke Baitullah).
•    Boleh juga disebut bahwa melaksanakan puasa tanggal 9 Dzulhijjah adalah puasa untuk mendaftarkan naik haji.
c.    Puasa Tasyu'a
Puasa tasyu'a ialah puasanya Nabi Shaleh setiap tanggal 9 Muharram. Tasyu'a artinya 9 dan puasa ini tidak disunnatkan bagi umatnya karena dari puasa ini mengakibatkan umat Nabi Shaleh menjadi umat yang syirik. Dengan puasa tasyu'a Nabi Shaleh memohon kepada Allah agar sapi peliharaannya dijadikan sapi yang paling terkuat, dengan berhasilnya permohonan ini akibatnya umat Nabi Shaleh tidak lagi menyembah kepada Yang Maha Esa akan tetapi lebih menuhankan kepada sapi Nabi Shaleh.
d.    Puasa Asyura
Asyura artinya 10 yang bermakna tanggal 10 Muharram. Sejak Nabi Musa a.s. hingga kepad Nabi Isa a.s. puasa ini dilaksanakan orang. Namun dari kaum Yahudi puasa ini dirubah menjadi membuat bubur dengan 10 macam bahan, dan dikenal dengan sebutan bubur Asyura. Ketika Nabi Muhammad SAW beliau berniat akan merubah kembali dari membuat bubur Asyura kembali untuk melaksanakan puasa Asyura, namun asyang sebelum beliau melaksanakannya beliau telah wafat. Dan bagi umat muslimin, sesuai dengan niat rencana Nabi Muhammad, bila tiba tanggal 10 Muharram kerjakanlah puasa Asyura, dan bukanlah membuat bubur Asyura. Kekuatan hukum tentang dasar puasa Asyura adalah atas dasar hadits Rasulullah yang sifat haditsnya termasuk ke dalam hadits Hamiyah (cita-cita Rasul).
Hikmah puasa Asyura:
Bagi siapa saja yang melaksanakan puasa Asyura maka orang tersebut akan mendapatkan ilmu-ilmu laduni dan kuat bathinnya. Bila Asyura menguatkan bathin maka membaca Fatihah di dalam shalat akan menghasilkan kontak bathin dengan Allah.
e.    Puasa Sya'ban
Di dalam bulan Sya'ban ada kesempatan untuk melaksanakan puasa, dengan pelaksanaannya tidaklah menentukan hari dan jumlahnya. Bagi yang berani menentukan hari dan jumlahnya maka ketentuan tersebut sifatnya bid'ah, karena Rasulullah sendiri tidak pernah menentukan hal yang demikian itu.
Sabda Rasulullah: Apabila sampai setengah bulan Sya'ban maka janganlah kamu berpuasa maka bahwasanya puasanya orang-orang Yahudi (H.S.R. Imam Bukhari Muslim).
Dari keterangan hadits di atas jelaslah bahwa apa yang disebut oleh sebagian umat muslim dengan puasa Nishfu Sya'ban hukumnya malah dilarang oleh Rasulullah. Jadi pada prinsipnya adanya kesempatan melaksanakan puasa di bulan Sya'ban tidaklah ditentukan hari dan jumlahnya.
f.    Puasa Asbu'
Yaitu puasa yang dikerjakan setiap seminggu 2 kali (puasa Senin dan Kamis). Puasa ini adalah puasa sunnat yang sering dilaksanakan oleh Rasulullah. Kedua hari Senin dan Kamis mengandung makna:
Untuk menguatkan bathin dan roh dimasukkan ke dalam jasad pada hari Jum'at sedangkan dilengkapinya pada hari Senin dan Kamis.
g.    Puasa Baidh
Baidh artinya putih, jadi bila disebut puasa Baidh berarti puasa pemutih/pembersih diri. Puasa Baidh dilaksanakan setiap jatuh tanggal 13, 14, 15 pada setiap bulannya (tanggal dalam tahun Hijriyah). Untuk ketentuan hari-harinya bebas, tidak terkena hukum hari yang dilarang berpuasa.
Sabda Rasulullah: Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Kawanku (Nabi SAW) berwasiat kepadaku dengan tiga yang tidak akan aku tinggalkan sampai aku mati, yaitu: berpuasa tiga hari setiap bulan, mengerjakan shalat Dhuha' dan tidur sesudah shalat witir.

4.    PENDAPAT ULAMA
Para fuqoha berselisih pendapat dalam hukum melakukan puasa sunnah sebelum melunasi qodho’ puasa Ramadhan. Para ulama Hanafiyah membolehkan melakukan puasa sunnah sebelum qodho’ puasa Ramadhan. Mereka sama sekali tidak mengatakannya makruh. Alasan mereka, qodho’ puasa tidak mesti dilakukan sesegera mungkin.
Ibnu ‘Abdin mengatakan, “Seandainya wajib qodho’ puasa dilakukan sesegera mungkin (tanpa boleh menunda-nunda), tentu akan makruh jika seseorang mendahulukan puasa sunnah dari qodho’ puasa Ramadhan. Qodho’ puasa bisa saja diakhirkan selama masih lapang waktunya.”
Para ulama Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat tentang bolehnya namun disertai makruh jika seseorang mendahulukan puasa sunnah dari qodho’ puasa. Karena jika melakukan seperti ini berarti seseorang mengakhirkan yang wajib (demi mengerjakan yang sunnah).
Ad Dasuqi berkata, “Dimakruhkan jika seseorang mendahulukan puasa sunnah padahal masih memiliki tanggungan puasa wajib seperti puasa nadzar, qodho’ puasa, dan puasa kafaroh.  Dikatakan makruh baik puasa sunnah yang dilakukan dari puasa wajib adalah puasa yang tidak begitu dianjurkan atau puasa sunnah tersebut adalah puasa yang amat ditekankan seperti puasa ‘Asyura’, puasa pada 9 Dzulhijjah. Demikian pendapat yang lebih kuat.”
Para ulama Hanabilah menyatakan diharamkan mendahulukan puasa sunnah sebelum mengqodho’ puasa Ramadhan. Mereka katakan bahwa tidak sah jika seseorang melakukan puasa sunnah padahal masih memiliki utang puasa Ramadhan meskipun waktu untuk mengqodho’ puasa tadi masih lapang. Sudah sepatutnya seseorang mendahulukan yang wajib, yaitu dengan mendahulukan qodho’ puasa. Jika seseorang memiliki kewajiban puasa nadzar, ia tetap melakukannya setelah menunaikan kewajiban puasa Ramadhan (qodho’ puasa Ramadhan). 
Pendapat Terkuat
Pendapat terkuat dalam masalah ini adalah bolehnya melakukan puasa sunnah sebelum menunaikan qodho’ puasa selama waktu mengqodho’ puasa masih longgar. Jika waktunya begitu longgar untuk mengqodho’ puasa, maka sah-sah saja melakukan puasa sunnah kala itu. Waktu qodho’ puasa amatlah lapang, yaitu sampai Ramadhan berikutnya. Sebagaimana seseorang boleh saja melakukan shalat sunnah di saat shalat Zhuhur waktunya masih lapang. Dari sini sah saja, jika seseorang masih utang puasa, lantas ia lakukan puasa Senin Kamis.
B.    PUASA NAZAR
1.    PENGERTIAN PUASA NAZAR
Puasa nazar wajib ditunaikan apabila kita telah berperoleh ataupun berjaya mendapatkan sesuatu apa yang kita ingini itu. Jika apa yang kita nazarkan itu tidak berjaya maka tidaklah wajib keatas kita untuk menunaikan nazar tersebut. Puasa wajib nafsi adalah suatu ibadah yang wajib dikerjakan akan sesuatu permintaan yang bersyarat (menepati janji) dan disebut juga dengan nama puasa nazar. Contohnya seperti berkata seseorang itu sekiranya ditakdirkan isteriku melahirkan anak perempuan maka aku bernazar untuk berpuasa satu hari. Jika betul ia mendapat anak perempuan maka wajiblah ia berpuasa.
2.    MACAM-MACAM PUASA NAZAR
Puasa Nazar terbagi : a) puasa nafsi, b) puasa ahli, c) puasa juriat.
a.    Puasa Nafsi
Melaksanakan puasa yang berkaitan dengan pribadi masing-masing orang. Puasa ini bukannya tidak untuk berjamaah, dan puasa nafsi dilaksanakan apabila menginginkan sesuatu atau ber-nazar.
Sebelum melaksanakan puasa nazar hendaklah dimohonkan dahulu kepada Allah akan segala keinginan kita, dan apabila telah terkabulnya permohonan barulah melaksanakan puasa nazar. Jadi bila kita ingin bernazar yang sesungguhnya ialah dengan berpuasa, haram hukumnya dengan bernazar kepada sesuatu tempat/kuburan/benda/orang, dll. Boleh bernazar ke suatu tempat ialah ke Baitullah, Madinah dan Masjidil Aqsha. Pelaksanaan puasa nazar adalah selama 1 hari saja yang dilakukan apabila sudah mencapai keberhasilan. Dan bila telah berhasil tetapi tidak mau melaksanakan puasa nazarnya (ingkar akan janji nazarnya) mendapatkan kifarat.
b.    Puasa Ahli
Ialah melaksanakan suatu puasa nazar yang ada kaitannya dengan orang lain (maksudnya bukan untuk pribadi sendiri). Contohnya: misal ada seseorang yang kita nazarkan, dan dengan nazar kita orang itu dari perbuatan yang tidak baik menjadi baik.
c.    Puasa Juriat
Ialah melaksanakan sesuatu nazar kepada tempat ibadah. Yang dimaksud tempat ibadah di sini ialah tempat-tempat yang suci:
•    Bernazar ke Baitullah (Rumah Allah).
•    Bernazar ke Masjidin Nabawi (Rumah Nabi).
•    Bernazar ke Baitul Muqadis/Masjidil Aqsha (Rumah Suci).
Bila bernazar kepada selain ke-3 tempat tersebut tidaklah benar. Seandainya kita telah berikhtiar untuk menunaikan haji ke Makkah akan tetapi sesuatu terhalang oleh adanya sesuatu sebab, sakit, hamil, atau lainnya, maka bernazarlah, dan bila berhasil laksanakan puasa nazar selama 10 hari berturut-turut, untuk harinya bebas.
Bernazar ke Masjidin Nabawi, bila berhasil puasa nazar selama 7 hari berturut-turut, juga harinya bebas. Bernazar ke Baitul Muqadis/Masjidl Aqsha, bila berhasil puasa nazar selama 3 hari berturut-turut, yaitu tanggal-tanggal 11, 12 dan 13 (sama dengan puasa nazar ahli nikah).
3.    TATA CARA PELAKSANAAN
Pada dasarnya sama dengan puasa Ramadan, hanya niatanya sbb.
نَوَيْتُ صَوْم غَدٍ لِنَذَرٍ فَرْضَا ِللهِ تَعَالَى
Artinya:
“saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan nazar( dalam hati menyebut nazarnya) farda karena Allah.”

4.    SANGSI YANG MENINGGALKANNYA
Jika dalam nazarnya ia mengucapkannya akan berpuasa selama satu bulan berturut-turut, ternyata ia tidak mampu memenuhi nadzar tersebut, maka baginya harus membayar kaffarat (tebusan/denda) atas nazar yang ia langgar, yaitu memilih salah satu dari tiga bentuk kaffarat berikut:
Pertama: membebaskan budak/hamba sahaya, namun untuk saat ini tidak ada budak, sehingga untuk menerapkan kaffarat tersebut bisa dibilang sulit atau tidak bisa.
Kedua : memberi makan sepuluh fakir miskin, atau memberi pakaian mereka, seseuai dengan kadar makanan atau pakaian yang biasa ia berikan kepada keluargannya.
Ketiga : berpuasa selama tiga hari, tidak harus berturut-turut.
Itulah kaffarat bagi orang yang melanggar nadzarnya, ia boleh memilih salah satu dari tiga bentuk kaffarat tersebut

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Puasa sunat ialah puasa yang dikerjakan kerana semata-mata untuk mengharapkan akan keampunan, keredhaan, balasan kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah.
Puasa nazar wajib ditunaikan apabila kita telah berperoleh ataupun berjaya mendapatkan sesuatu apa yang kita ingini itu. Jika apa yang kita nazarkan itu tidak berjaya maka tidaklah wajib keatas kita untuk menunaikan nazar tersebut.

B.    SARAN
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.


1 komentar: