BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Ibu hamil hendaknya mengetahui bagaimana caranya memperlakukan diri dengan baik dan body mekanik ( sikap tubuh yang baik ) diinstruksikan kepada wanita hamil karena diperlukan untuk membentuk aktivitas sehari-hari yang aman dan nyaman selama kehamilan.
Masalah BAK dan BAB selama masa kehamilan bisa terjadi menjadi tidak lancar jika hal yang menjadi mandatory selama masa kehamilan tidak dijaga dengan baik. Maka dengan itu perlunya para ibu-ibu untuk mengetahui apa itu KEBUTUHAN ELIMINASI DAN PERSONAL HYGIENE PADA IBU HAMIL.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Untuk menambah pengetahuan pada ibu selama hamil, sehingga permasalahan eliminasi dan personal hygiene tersebut bisa diatasi dengan baik. Dan semoga bisa bermanfaat untuk Mahasiswa dan Dosen yang membaca makalah ini.
2. Tujuan khusus
Untuk mengetahui kebutuhan fisik ibu, yaitu :
1. Eliminasi, dan
2. Personal Hygiene.
C. MANFAAT PENULISAN
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai pengembangan bahan masukan atau pengkajian baru khususnya ilmu kebidanan.
b. Dapat menjadi acuan bagi pengkajian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi institusi
Kepada institusi, makalah ini diharapkan dapat dijadikan bahan literature atau referensi pembuatan makala selanjutnya
b. Manfaat bagi mahasiswa
Kepada mahasiswa diharapkan sebagai sumber informasi dalam upaya penanganan pencegahan infeksi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KEBUTUHAN ELIMINASI
Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
1) Kebutuhan Eliminasi Urine
a. Organ yang Berperan dalam Eliminasi Urine
Organ yang berperan dalam terjadinya eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Peranan masing-masing organ tersebut diantaranya :
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal ( di belakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari daerah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron, yang merupakan unit dari struktur ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih (Gambar 5.1).
2. Kandung Kemih (bladder, buli-buli)
Kandung kemih merupakan sebuah kantong yang terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni (urine). Dalam kandung kemih, terdapat lapisan jaringan otot yang memanjang di tengah dan melingkar disebut sebagai detrusor, dan berfungsi untuk mengeluarkan urine. Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot yang berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkaran yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urine dari kandung kemih keluar tubuh.
Penyaluran rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motoris ke otot lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendur dan terjadi kontradiksi sphinoter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal dalam kandung kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya kontradiksi otot detrusor dan kendurnya sphinoter.
3. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar. Fungsi uretra pada wanita mempunyai fungsi berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi berukuran panjang ± 20 cm uretra pria terdiri dari tiga bagian uretra prostatik, uretra membranosa, dan uretra kevernosa. Pada wanita, uretra memiliki panjang 4-6,5 cm dan hanya berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagian luar tubuh. (Potter, 1997).
Saluran perkemihan dilapisi membran mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Secar normal, mikroorganisme tidak ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, namun membran mukosa ini pada keadaan patologis yang terus menerus akan menjadikannya sebagai media yang baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.
b. Proses Berkemih
Berkemih merupakan proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250 - 450 cc (pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat menimbulkan rangsangan pada saraf-saraf di dinding vesika urinaria. Kemudian rangsangan tersebut diteruskan melalui medula spinalis ke pusat pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebal. Selanjutnya, otak memberikan impuls/rangsangan melalui medula spinalis ke neuromotoris di daerah sakral, kemudian terjadi koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sphincter internal.
Urine dilepaskan dari vesika urinaria, tetapi masih tertahan sphincter eksternal. Jika waktu dan tempat memungkinkan, akan menyebabkan relaksasi sphincter eksternal dan urine kemungkinan dikeluarkan (berkemih).
Komposisi Urine :
1. Air (96 %)
2. Larutan (4 %)
a. Larutan organik
Urea, amonia, kreatin, dan asam urat.
b. Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling banyak.
c. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine
1. Diet dan asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, minum kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
2. Respons Keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesuliatan untuk mengontrol buang air kecil. Namun, kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia.
7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
10. Tonus otot
Tonus otot berperan penting dalam membantu proses berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
11. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah produksi urine.
12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
13. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP). Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi urine. Selain itu, tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra sehingga pengeluaran urine terganggu.
d. Gangguan / Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
1. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akbiat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini menyebabkan distensi vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung urine sebanyak 3000-4000 lm urine.
Tanda klinis retensi :
a. Ketidaknyamanan daerah pubis.
b. Distensi vesika urinaria.
c. Ketidaksanggupan untuk berkemih.
d. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml).
e. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih.
f. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.
Penyebab :
a. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria.
b. Trauma sumsum tulang belakang.
c. Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah.
d. Sphincter yang kuat.
e. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat).
2. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum, penyebab dari inkontinensia urine adalah : proses penuaan (aging process), pembesaran kelenjar prostat, serta penuaan kesadaran, serta penggunaan obat narkotik dan sedatif.
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna. Biasanya, enuresis terjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya, enuresis terjadi pada malam hari (noctural enuresis).
Faktor penyebab enuresis :
a. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.
b. Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan berkemih tidak diketahui. Hal itu mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar mandi.
c. Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya, tidak dapat menampung urine dalam jumlah besar.
d. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah (misalnya, persaingan dengan saudara kandung atau cekcok dengan orang tua).
e. Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya tanpa dibantu dengan mendidiknya.
f. Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis sistem perkemihan.
g. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral.
h. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
4. Perubahan pola eliminasi urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri atas :
a) Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari. Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stres atau hamil.
b) Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumnya, anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sphincter eksternal. Biasanya, perasaan segera ingin berkemih terjadi pada anak karena kurangnya kemampuan pengontrolan pada sphincter.
c) Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
d) Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, hal ini dapat ditemukan pada penyakit diabetes melitus dan penyakit ginjal kronis.
e) Urinaria supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60-120 ml/jam secara terus-menerus.
e. Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Urine
1. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine tersebut berbeda-beda, maka dalam pengambilan atau pengumpulan urine juga dibedakan sesuai dengan tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut, antara lain : pengambilan urine biasa, pengambilan urine steril, dan pengumpulan selama 24 jam.
1. Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan mengeluarkan urine secara biasa, yaitu buang air kecil. Pengambilan urine biasa ini biasanya digunakan untuk pemeriksaan kadar gula dalam urine, pemeriksaan kehamilan, dan lain-lain.
2. Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan menggunakan alat steril, dilakukan dengan kateterisasi atau fungsi suprapubis yang bertujuan mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya.
3. Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan output, serta mengetahui fungsi ginjal.
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Botol penampung beserta penutup
2. Etiket khusus
Prosedur Kerja (untuk pasien mampu buang air kecil sendiri) :
1. Cuci tangan
2. Jelaskan pada pasein mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Bagi pasien yang tidak mampu buang air kecil secar sendiri, maka bantu untuk buang air kecil (lihat prosedur menolong buang air kecil). Keluarkan urine, kemudian tampung ke dalam botol.
4. Bagi pasien yang mampu untuk buang air kecil sendiri, maka anjurkan pasien untuk buang air kecil dan biarkan urine yang pertama keluar dahulu. Kemudian anjurkan menampung urine ke dalam botol.
5. Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan.
6. Cuci tangan.
2. Menolong Buang Air Kecil dengan Menggunakan Urineal
Tindakan membantu pasien yang tidak mampu baung air kecil sendiri di kamar kecil dilakukan dengan menggunakan alat penampung (urineal). Hal tersebut dilakukan untuk menampung urine dan mengetahui kelainan dari urine (warna dan jumlah).
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Urineal
2. Pengalas
3. Tisu
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Pasang alas urineal di bawah glutea.
4. Lepas pakaian bawah pasien.
5. Pasang urineal di bawah glutea/pinggul atau di antara kedua paha.
6. Anjurkan pasien untuk berkemih.
7. Setelah selesai, rapikan alat.
8. Cuci tangan, catat warna, dan jumlah produksi urine.
3. Melakukan Kateterisasi
Kateterisasi merupakan tindakan memasukkan kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra untuk membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Dalam pelaksanaannya, kateterisasi terbagi menjadi dua tipe intermitent (straight kateter) dan tipe indwelling (foley kateter).
Indikasi :
Tipe Intermitent :
1. Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi.
2. Retensi akut setelah trauma uretra.
3. Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesik.
4. Cedera tulang belakang.
5. Degenerasi neuromuskular secara progresif.
6. Untuk mengeluarkan urine residual.
Tipe Indwelling :
1. Obstruksi aliran urine.
2. Post op uretra dan struktur disekitarnya (TUR-P).
3. Obstruksi uretra.
4. Inkontinensia dan disorientasi berat.
Persiapan Alat dan Bahan
1. Sarung tangan steril.
2. Kateter steril (sesuai dengan ukuran dan jenis).
3. Duk steril.
4. Minyak pelumas / jelly.
5. Larutan pembersih antiseptik (kapas sublimat).
6. Spuit yang berisi cairan.
7. Perlak dan alasnya.
8. Pinset anatomi.
9. Bengkok
10. Urineal bag.
11. Sampiran.
Prosedur Kerja (pada perempuan) :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan.
4. Pasang perlak/alas.
5. Gunakan sarung steril.
6. Pasang duk steril.
7. Bersihkan vulva dengan kapas sublimat dari atas ke bawah (± 3 kali hingga bersih).
8. Buka labia mayor dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri. Bersihkan bagian dalam.
9. Kateter diberi minyak pelumas atau jelly pada ujungnya, lalu asupan pelan-pelan sambil anjurkan untuk tarik napas, asupan (2,5-5 cm) atau hingga urine keluar.
10. Setelah selesai, isi balon dengan cairan akuades atau sejenisnya dengan menggunakan spuit untuk yang dipasang tetap. Bila tidak dipasang tetap, tarik kembali sambil pasien disuruh napas dalam.
11. Sambung kateter dengan urineal bag dan fiksasi ke arah samping.
12. Rapikan alat.
13. Cuci tangan.
2) Kebutuhan Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
a. Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi
Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar. Usus halus terdiri atas doedenum, jejunum, dan ileum dengan panjang ± 6 cm diameter 2,5 cm. Usus halus berfungsi dalam absorpsi elektrolit Na+ , Cl-, K+, Mg2+, HCO3, dan Ca2+. Usus besar dimulai dari rektum, kolon hingga anus yang memiliki panjang ± 1,5 m atau 50-60 inci dengan diameter 6 cm. Usus besar merupakan bagian bawah atau bagian ujung dari saluran pencernaan, dimulai dari katup ileum caecum sampai ke dubur (anus).
Makanan yang diterima oleh usus halus dari lambung dalam bentuk setengah padat, chyme baik air, nutrien, maupun elektrolit kemudian akan diabsorbsi. Produk buangan yang memasuki usus besar isinya berupa cairan.
Setiap hari saluran usus menyerap sekitar 800-1000 ml cairan. Penyerapan inilah yang menyebabkan feses mempunyai bentuk dan setengah padat. Jika penyerapan tidak baik. Kalau feses terlalu lama dalam usus besar, maka terlalu banyak air yang diserap sehingga feses menjadi kering dan keras.
Pada batas antara usus besar dan ujung halus terdapat katup ileocaecal. Katup ini biasanya mencegah zat yang masuk ke usus besar sebelum waktunya, dan mencegah produk buangan untuk kembali ke usus halus. Produk buangan cepat melalui usus besar, feses itu lunak dan berair.
Usus akan mensekresi mukus, kalium, bikarbonat, dan enzim. Secara umum, kolon berfungsi sebagai tempat absorpsi, proteksi, sekresi , dan eliminasi. Kolon sigmoid mengandung feses yang sudah siap untuk dibuang dan diteruskan ke dalam rektum. Panjang rektum 12 cm (5 inci), 2,5 cm (1 inci) merupakan saluran anus. Dalam rektum terdapat tiga lapisan jaringan transversal. Ketiga lapisan tersebut merupakan rektum yang menahan feses untuk sementara, dan setiap lipatan lapisan tersebut mempunyai arteri dan vena.
Gerakan peristaltik yang kuat dapat mendorong feses ke depan. Gerakan ini terjadi 1-4 kali dalam waktu 24 jam. Peristaltik sering terjadi sesudah makan. Biasanya ½-1/3 dari prosuk buangan hasil makanan dicernakan dalam waktu 24 jam, dibuang dalam feses dan sisanya sesudah 24-28 jam berikutnya. Proses perjalanan makanan dari mulut hingga sampai rektum membutuhkan waktu selama 12 jam. Proses perjalanan makanan, khususnya pada daerah kolon, memiliki beberapa gerakan, diantaranya haustral suffing atau dikenal sebagai gerakan mencampur zat makanan dalam bentuk padat untuk mengabsorpsi air, kemudian diikuti dengan kontraksi haustral atau gerakan mendorong zat makanan/air pada daerah kolon dan terakhir terjadi gerakan peristaltik yaitu gerakan maju ke anus.
Otot lingkar (sphincter) bagian dalam dan luar saluran anus menguasai pembuangan feses dan gas dari anus. Rangsangan motorik disalurkan oleh sistem simpatis dan rangsangan penghalang oleh sistem parasimpatis (kraniosakral). Bagian dari sistem saraf otonom ini memiliki sistem kerja yang berlawanan dalam keseimbangan yang dinamis. Sphincter luar anus merupakan otot bergaris dan dibawah penguasaan parasimpatis. Baik di waktu sakit maupun sehat dapat terjadi gangguan pada fungsi normal pembuangan oleh usus yang dipengaruhi oleh jumlah, sifat cairan, makanan yang masuk, taraf kegiatan, dan keadaan emosi.
b. Proses Buang Air Besar (Defekasi)
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yang terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan parasimpatis, sphincter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar mengucup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar, kemudian sphincter anus bagian luar yang diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup atau mengendur. Selama defekasi berbagai otot lain membantu proses itu, seperti otot dinding perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis.
Secara umum, terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi yaitu refleks defekasi intrinsik dan refleks defekasi parasimpatis. Refleks defekasi intrinsik dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses) dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesenterikus merangsang gerakan peristaltik, dan akhirnya feses sampai di anus. Lalui pada saat sphincter interna relaksasi, maka terjadilah proses defekasi. Sedangkan, refleks defekasi parasimpatis dimulai dari adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum, ke spinal cord, dan merangsang kekolon desenden, kemudian ke sigmoid, lalu ke rektum dengan gerakan peristaltik dan akhirnya terjadi relaksasi sphincter interna, maka terjadilah proses defekasi saat sphincter interna berelaksasi.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulosa yang tidak direncanakan dan zat makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh. Feses yang normal terdiri atas massa padat, berwarna coklat karena disebabkan oleh mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.
c. Gangguan / Masalah Eliminasi Alvi
1) Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko tinggi mengalami stasis usus besar sehingga menimbulkan eliminasi yang jarang atau keras, serta tinja yang keluar jari terlalu kering dan keras.
Tanda Klinis :
1. Adanya feses yang keras.
2. Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
3. Menurunnya bising usus.
4. Adanya keluhan pada rektum.
5. Nyeri saat mengejan dan defekasi
6. Adanya perasaan masih ada sisa feses.
Kemungkinan penyebab :
1. Defek persarafan, kelemahan pelvis, immobilitas karena cedera serebrospinalis, cerebro vaskular accident (CVA) dan lain-lain.
2. Pola defekasi yang tidak teratur.
3. Nyeri saat defekasi karena hemorroid.
4. Menurunnya peristaltik karena stres psikilogis.
5. Penggunaan obat seperti Antasida, Laksantif, atau Anestesi.
6. Proses menua (usia lanjut).
2) Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cairan. Diare sering disertai kejang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.
Tanda klinis :
1. Adanya pengeluaran feses cair.
2. Frekuensi lebih dari 3 kali sehari.
3. Nyeri/kram abdomen.
4. Bising usus meningkat.
Kemungkinan Penyebab :
1. Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.
2. Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisme.
3. Efek tindakan pembedahan usus.
4. Efek penggunaan obat seperti Antasida, Laksantif, Antibiotik, dan lain-lain.
5. Stres psikologis.
3) Inkontinensia usus
Inkontinensia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, hingga mengaami proses pengeluaran feses tak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran fese dan gas melalui sphincter akibat kerusakan sphincter.
Tanda klinis :
1. Pengeluaran feses yang tidka dikehendaki.
Kemungkinan penyebab :
1. Gangguan sphincter rektal akibat cedera anus, pembedahan , dan lain-lain.
2. Distensi rektum berlebih.
3. Kurangnya kontrol spihncter akibat cedera medula spinalis, CVA, dan lain-lain.
4. Kerusakan kognitif.
4) Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena pengumpulan gas secara berlebihan dalam lambung atau usus.
5) Hemorroid
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, perenggangan saat defekasi, dan lain-lain.
6) Fecal Impaction
Fecal Impaction merupakan massa feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan. Penyebab fecal impaction yaitu, asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat dan kelemahan tonus otot.
d. Faktor yang Mempengaruhi Proses Defekasi
1. Usia
Setiap tahap perkembangan / usia memiliki kemampuan mengontrol proses defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan mengontrol secara penuh, kemudian pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut mengalami penurunan.
2. Diet
Diet, pola, atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsi pun dapat mempengaruhinya.
3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras. Oleh karena, proses absorpsi air yang kurang menyebabkan kesulitan proses defekasi.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi. Hal ini kemudian membuat proses gerakan peristaltik pada daerah kolon dapat bertambah baik.
5. Pengobatan
Pengobatan juga dapat mempengaruhinya proses defekasi, seperti penggunaan Laksantif atau Antasida yang terlalu sering. Kedua jenis tersebut dapat melukkan feses dan meningkatkan peristaltik usus. Penggunaan lama menyebabkan usus besar kehilangan tonus ototnya da menjadi kurang responsif terhadap stimulasi yang diberikan oleh laksantif.
6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet, ketika seseorang tersebut buang air besar di tempat yang terbuka atau tempat yang kotor, maka ia akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan sistem pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.
8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan/keinginan untuk defekasi, seperti nyeri pada kasus hemorroid dan eliminasi.
9. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada sistem sensoris dapat mempengaruhi proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam melakukan defekasi. Hal tersebut dapat diakibatnya karena kerusakan pada tulang belakang atau kerusakan saraf lainnya.
e. Tindakan Mengatasi Masalah Eliminasi Alvi (Buang Air Besar)
1) Menyiapkan Feses untuk Bahan Pemeriksaan
Menyiapkan feses untuk bahan pemeriksaan merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut yaitu pemeriksaan lengkap dan pemeriksaan kultur (pembiakan).
1. Pemeriksaan feses lengkap merupakan pemeriksaan feses yang terdiri atas pemeriksaan warna, bau, konsistensi, lendir, darah, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan feses kultur merupakan pemeriksaan feses melalui biakan dengan cara toucher (lihat prosedur pengambilan feses melalui tangan).
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Tempat penampung beserta penutup.
2. Etiket khusus.
3. Dua batang lidi kapas sebagai alat untuk mengambil feses.
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Anjurkan untuk buang air besar lalu ambil feses melalui lidi kapas yang telah dikeluarkan. Setelah selesai, anjurkan untuk membersihkan daerah sekitar anus.
4. Asupan bahan pemeriksaan ke dalam botol yang telah disediakan.
5. Catat nama pasien dan tanggal pengambilan bahan pemeriksaan.
6. Cuci tangan.
2) Membantu Pasien Buang Air Besar dengan Pispot
Membantu pasien buang air besar dengan pispot di tempat tidur merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu buang air besar secara sendiri di kamar kecil. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan eliminasi alvi.
Persiapan alat dan bahan :
1. Alas/perlak.
2. Air bersih
3. Tisu
4. Sampiran apabila tempat pasien di bangsal umum.
5. Sarung tangan.
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Pasang sampiran kalau di bangsal umum.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Pasang pengalas di bawah glutea.
6. Tempatkan pispot di antara pengalas tepat di bawah glutea dengan posisi bagian lubang pispot tepat di bawah rektum.
7. Setelah pispot tepat di bawah glutea, tanyakan pada pasien apakah sudah nyaman atau belum. Kalau belum, atur sesuai dengan kebutuhan.
8. Anjurkan pasien untuk buang air besar pada pispot yang telah disediakan.
9. Setelah selesai, siram dengan air hingga bersih. Kemudian keringkan dengan tisu.
10. Catat tanggal, jam defekasi, da karakteristiknya.
11. Cuci tangan.
3) Memberikan Huknah Rendah
Memberikan Huknah rendah merupakan tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam kolon desenden dengan kanula rekti melalui anus. Tindakan tersebut bertujuan untuk mengosongkan usus pada proses prabedah agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan sebagai dampak dari pascaoperasi dan merangsang buang air besar bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam buang air besar.
Persiapan Alat dan Bahan :
1. Pengalas.
2. Irigator lengkap dengan kanula rekti.
3. Cairan hangat ± 700 – 1000 ml dengan suhu 40,5 – 43 ºC pada orang dewasa.
4. Bengkok.
5. Jelly.
6. Pispot.
7. Sampiran.
8. Sarung tangan.
9. Tisu.
Prosedur Kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan dengan meletakkan sampiran apabila di bangsal umum atau menutup pintu apabila di ruang sendiri.
4. Atur posisi sim miring ke kiri pada pasien.
5. Pasang pengalas di bawah glutea.
6. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan (40,5 – 43ºC) dan hubungkan dengan kanula rekti. Kemudian cek aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok serta berikan jelly pada ujung kanula.
7. Gunakanlah sarung tangan dan asupan kanula kira-kira 15 cm ke dalam rektum ke arah kolon desenden sambil pasien diminta untuk bernafas panjang dan memegang irigator setinggi 50 cm dari tempat tidur. Buka klemnya dan air dialirkan sampai pasien menunjukkan keinginan untuk buang air besar.
8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar dan pasng pispot atau dianjurkan ke toilet. Jika pasien tidak mampu mobilisasi jalan, bersihkan daerah sekitar rektum hingga bersih.
9. Cuci tangan.
10. Catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi dan respons pasien.
4) Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan huknah tinggi merupakan tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan kanula usus. Hal tersebut dilakukan untuk mengosongkan usus pada pasien perbedah atau untuk prosedur diagnostik.
Persiapan alat dan bahan :
1. Pengalas
2. Irigator lengkap dengan kanula usus.
3. Cairan hangat (seperti huknah rendah).
4. Bengkok.
5. Jelly.
6. Pispot.
7. Sampiran.
8. Sarung tangan.
9. Tisu.
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan dengan menggunakan sampiran apabila pasien berada di ruang bangsal umum atau tutup pintu apabila diruang sendiri.
4. Atur posisi sim miring ke kanan pada pasien.
5. Gunakan sarung tangan.
6. Irigator diisi cairan hangat yang sesuai dengan suhu badan dan hubungkan dengan kanula usus. Kemudian cek aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air ke bengkok, lalu berikan jelly pada ujung kanula.
7. Masukkan kanula ke dalam rektum ke arah kolon asenden ± 15-20 cm sambil pasien disuruh napas panjang dan pegang irigator setinggi 30 cm dari tempat tidur. Buka klem sehingga air mengalir pada rektum sampai pasien menunjukkan ingin buang air besar.
8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet. Kalau tidak mampu ke toilet, bersihkan dengan air sampai bersih lalu keringkan dengan tisu.
9. Buka sarung tangan dan catat jumlah, warna, konsistensi, dan respons pasien.
10. Cuci tangan.
5) Memberikan Gliserin
Memberikan gliserin merupakan tindakan memasukkan cairan gliserin ke dalam poros usus dengan spuit gliserin. Hal ini dilakukan untuk merangsang perstaltik usus, sehingga pasien dapat buang air besar (khususnya pada orang yang mengalami sembelit). Selain itu, tindakan ini juga dapat digunakan untuk persiapan operasi.
Persiapan alat dan bahan :
1. Spuit gliserin.
2. Gliserin dalam tempatnya.
3. Bengkok.
4. Pengalas.
5. Sampiran.
6. Sarung tangan.
7. Tisu.
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Atur ruangan. Apabila pasien sendiri, maka tutup pintu. Namun bila pasien di ruang bangsal umum, maka gunakan sampiran.
4. Atur posisi pasien (miringkan kek kiri), dan berikan pengalas di bawah glutea, serta buka pakaian bawah pasien.
5. Gunakan sarung tangan, kemudian spuit diisi gliserin ± 10 – 20 cc dan cek kehangat cairan gliserin..
6. Masukkan gliserin perlahan-lahan ke dalam anus dengan tangan kiri mendorong. Perenggangan daerah rektum, sedangkan tangan kanan memasukkan spuit ke dalam anus sampai pangkal kanula dengan ujung spuit diarahkan ke depan. Anjurkan pasien napas dalam.
7. Setelah selesai, cabut dan masukkan ke dalam bengkok. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang pispot. Apabila pasien tidak mampu ke toilet,bersihkan dengan iar hingga bersih lalu keringkan dengan tisu.
8. Pasang pispot atau anjurkan ke toilet.
9. Lepaskan sarung tangan, catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi, dan respons pasien.
10. Cuci tangan.
6) Mengeluarkan Feses dengan Jari
Mengeluarkan feses dengan jari merupakan tindakan memasukkan jari ke dalam rektum pasien untuk mengambil atau menghancurkan massa feses sekaligus mengeluarkannya. Indikasi tindakan ini adalah apabila massa feses terlalu keras dan dalam pemberian enema tidak berhasil, maka terjadi konstipasi serta pengerasan feses yang tidak mampu dikeluarkan oleh manula.
Persiapan alat dan bahan :
1. Sarung tangan.
2. Minyak pelumas / Jelly.
3. Alat penampung atau pispot.
4. Pengalas.
5. Sarung tangan.
Prosedur kerja :
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas (jelly) pada jari telunjuk.
4. Atur posisi miring dengan lutut fleksi.
5. Masukkan jari ke dalam rektum dan dorong perlahan-lahan sepanjang dinding rektum ke arah umbilikus (ke arah massa feses yang impaksi).
6. Secara perlahan-lahan, lunakkan massa dengan massage daerah feses yang impaksi (arahkan jari pada inti yang keras).
7. Gunakan pispot bila ingin buang air besar atau bantu ke toilet.
8. Lepaskan sarung tangan, kemudian catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan, dan respons pasien.
9. Cuci tangan.
B. KEBUTUHAN PERAWATAN DIRI
Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor diantaranya : budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan tentang perawatan diri, serta persepsi terhadap perawatan diri.
1. Jenis Perawatan Diri Berdasarkan Waktu Pelaksanaan
Perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaan dibagi menjadi empat, yaitu :
1. Perawatan dini hari. Merupakan perawatan diri yang dilakukan pada waktu bangun dari tidur, untuk melakukan tindakan seperti persiapan dalam pengambilan bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan, mempersiapkan pasien untuk melakukan makan pagi dengan melakukan tindakan perawatan diri seperi mencuci muka dan tangan, serta menjaga kebersihan mulut.
2. Perawatan pagi hari. Perawatan yang dilakukan setelah melakukan makan pagi dengan melakukan perawatan diri seperti melakukan pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan kecil); mandi atau mencuci rambut; melakukan perawatan kulit melakukan pijatan pada pada punggung; membersihakn mulut kuku dan rambut; serta merapikan tempat tidur pasien.
3. Perawatan siang hari. Perawatan diri yang dilakukan setelah melakukan berbagai tindakan pengobatan atau pemeriksaan dan setelah makan siang. Berbagai tindakan perawatan diri yang dapat dilakukan antara lain, mencuci muka dan tangan; membersihkan mulut; merapikan tempat tidur; serta melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan kesehatan pasien.
4. Perawatan menjelang tidur. Perawatan diri yang dilakukan pada saat menjelang tidur agar pasien dapat tidur atau beristirahat dengan tenang. Berbagai kegiataan yang dapat dilakukan antara lain : pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan kecil); mencuci tangan dan muka; membersihkan mulut; serta memijat daerah punggung.
Tujuan umum perawatan diri adalah untuk mempertahankan perawatan diri baik secara sendiri maupun dengan bantuan dapat melatih hidup sehat/bersih dengan memperbaiki gambaran atau persepsi terhadap kesehatan dan kebersihan; serta menciptakan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan. Membuat rasa nyaman dan relaksasi dapat dilakukan untuk menghilangkan kelelahan, mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas pada jaringan.
1) Jenis Perawatan Diri Berdasarkan Tempat
a. Perawatan Diri Pada Kulit
Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang dapat melindungi tubuh dari berbagai kuman atau trauma, sehingga diperlukan perawatan yang adekuat (cukup) dalam mempertahankan fungsinya. Sebagai bagian dari organ pelindung, kulit secara anatomis terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan epidermis (kutikula) dan lapisan dermis (korium). Lapisan epidermis terdiri atas bagian-bagian seperti stratum korneum, stratum lusidum, dan stratum granulosum. Lapisan dermis terdiri atas ujung saraf sensoris, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus.
1) Fungsi Kulit
Kulit secara umum memiliki berbagai fungsi, di antaranya :
1. Melindungi tubuh dari berbagai masuknya kuman atau trauma jaringan bagian dalam sehingga dapat menjaga keutuhan kulit.
2. Mengatur keseimbangan suhu tubuh serta membantu dalam produksi keringat dan penguapan.
3. Sebagai alat peraba yang dapat membantu tubuh untuk menerima rangsangan dari luar melalui rasa sakit, sentuhan, tekanan atau suhu.
4. Sebagai alat ekskresi keringat melalui pengeluaran air, garam, dan nitrogen.
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit yang bertugas mencegah pengeluaran cairan tubuh secara berlebihan.
6. Memproduksi dan menyerap vitamin D sebagai penghubung atau pemberi vitamin D dari sinar ultraviolet yang datang dari sinar matahari.
2) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kulit
Perubahan dan keutuhan pada kulit dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya :
1. Usia. Perubahan kulit dapat ditentukan oleh usia seseorang. Hal ini dapat terlihat pada bayi yang berusia relatif masih muda dengan kondisi kulit yang sangat rawan terhadap berbagai trauma atau masuknya kuman. Sebaliknya pada orang dewasa, keutuhan kulit sudah memiliki kematangan sehingga fungsinya sebagai pelindung sudha baik.
2. Jaringan kulit. Perubahan dan keutuhan kulit dapat dipengaruhi oleh struktur jaringan kulit. Apabila jaringan kulit rusak, maka terjadi perubahan pada struktur kulit.
3. Kondisi/keadaan lingkungan. Beberapa kondisi atau keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi keadaan kulit secara utuh, antara lain keadaan panas, adanya nyeri akibat sentuhan serta tekanan, dan lain-lain.
3) Tindakan Perawatan Diri Pada Kulit
• Cara perawatan kulit
Merupakan tindakan pada kulit yang mengalami atau beresiko terjadi kerusakan jaringan lebih lanjut, khususnya pada daerah yang mengalami tekanan (tonjolan). Tujuannya adalah untuk mencegah dan mengatasi terjadinya luka dekubitus akibat tekanan yang lama dan tidak hilang.
Persiapan alat dan bahan :
1. Baskom cuci.
2. Sabun.
3. Air.
4. Agen pembersih.
5. Balutan.
6. Pelindung kulit.
7. Plester.
8. Sarung tangan.
Prosedur Kerja :
1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
3. Tutup pintu ruangan.
4. Atur posisi pasien.
5. Kaji luka/kulit tertekan dengan memperhatikan warna, kelmbapan, penampilan sekitar kulit, ukur diameter kulit, dan ukur kedalaman.
6. Cuci kulit sekitar luka dengan air hangat atau sabun cuci secara menyeluruh dengan air.
7. Secara menyeluruh dan perlahan-lahan, keringkan kulit yang disertai dengan pijatan.
8. Secara menyeluruh, bersihkan luka dengan cairan normal atau larutan pembersih. Gunakan semprit irigasi luka pada luka yang dalam.
9. Setelah selesai, berikan obat atau agen topikal.
10. Catat hasil
11. Cuci tangan.
• Cara Memandikan Pasien Di Tempat Tidur
Memandikan pasien di tempat tidur dilakukan pada pasien yang tidak mampu mandi secara sendiri. Tujuannya untuk menjaga kebersihan tubuh, mengurangi infeksi akibat kulit kotor, memperlancar sistem peredaran darah, dan menambah kenyamanan pasien.
Persiapan alat dan bahan :
1. Baskom mandi dua buah, masing-masing berisi air dingin dan air hangat.
2. Pakaian pengganti.
3. Kain penutup.
4. Handuk, sarung tangan pengusap badan.
5. Tempat untuk pakaian kotor.
6. Sampiran.
7. Sabun.
Prosedur kerja :
1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien.
4. Pada pasien, lakukan tindakan memandikan yang diawali dengan membentangkan handuk dibawah kepala. Kemudian bersihkan muka, telinga, dan leher dengan sarung tangan pengusap. Keringkan dengan handuk.
5. Kain penutup diturunkan, kedua tangan pasien dinaikkan ke atas, serta handuk di atas dada pasien dipindahkan dan dibentangkan. Kemudian kembalikan kedua tangan ke posisi awal di atas handuk, lalu basahi kedua tangan dengan air bersih. Keringkan dengan handuk.
6. Kedua tangan dinaikkan ke atas, handuk dipindahkan di sisi pasien lalu bersihkan daerah dada dan perut. Keringkan dengan handuk.
7. Miringkan pasien ke kiri, handuk dibentangkan di bawah punggung sampai glutea dan basahi punggung hingga glutea, lalu dikeringkan dengan handuk. Selanjutnya, miringkan pasien ke kanan dan lakukan hal yang sama. Setelahnya, kembalikan pasien ke posisi telentang dan pasangkan pakaian dengan rapi.
8. Letakkan handuk di bawah lutut, lalu bersihkan kaki. Kaki yang paling jauh didahulukan dan dikeringkan dengan handuk.
9. Ambil handuk dan letakkan di bawah glutea. Pakaian bawah perut dibuka, lalu bersihkan daerah lipatan paha dan genitalia. Setelah selesai, pasang kembali pakaian dengan rapi.
10. Cuci tangan.
b. Perawatan Diri Pada Kuku dan Kaki
Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan perawatan diri karena berbagai kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui kuku. Dengan demikian, kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat dan bersih. Secara anatomis, kuku terdiri atas dasar kuku, badan kuku, dinding kuku, kantong kuku, akar kuku, dan lunula. Kondisi normal kuku ini dapat terlihar halus, tebal ± 0,5 mm, transparan, dan dasar kuku berwarna-warna merah muda.
a) Masalah/Gangguan pada Kuku
1. Ingrown Nail. Kuku tangan yang tidak tumbuh-tumbuh dan dirasakan sakit pada daerah tersebut.
2. Paronychia. Radang di sekitar jaringan kuku.
3. Ram`s Horn Nail. Gangguan kuku yang ditandai pertumbuhan yang lambat disertai kerusakan dasar kuku atau infeksi.
4. Bau tidak sedap. Reaksi mikroorganisme yang menyebabkan bau tidak sedap.
b) Tindakan perawatan diri pada kuku
• Cara perawatan kuku
Merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu merawat kuku sendiri. Tujuannya adalah menjaga kebersihan kuku dan mencegah timbulnya luka atau infeksi akibat garukan dari kuku.
Persiapan alat dan bahan :
1. Alat pemotong kuku.
2. Handuk.
3. Baskom berisi air hangat.
4. Bengkok.
5. Sabun.
6. Kapas.
7. Sikat kuku.
Prosedur kerja :
1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien dengan posisi duduk atau tidur.
4. Tentukan kuku yang akan dipotong.
5. Rendamkan kuku denga air hangat ± 2menit. Lakukan penyikatan dengan beri sabun bila kotor.
6. Keringkan dengan handuk.
7. Letakkan tangan di atas bengkok dan lakukan pemotongan kuku.
8. Cuci tangan.
c. Perawatan Diri Pada Rambut
Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi proteksi dan pengatur suhu. Indikasi perubahan status kesehatan diri juga dapat dilihat dari rambut mudah rontok, sebagai akibat kurang gizi. Secara anatomis, rambut terdiri atas bagian batang, akar rambut, sarung akar, folikel rambut, serta kelenjar sebasea.
1) Masalah/gangguan pada perawatan rambut
Berbagai masalah yang terjadi pada rambut di antaranya :
1. Kutu
2. Ketombe
3. Alopecia (botak)
4. Seborrheic dermatitis (radang pada kulit di rambut).
2) Tindakan perawatan diri pada rambut
• Cara perawatan rambut
Merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri dengan mencuci dan menyisir rambut. Tujuannya adalah membersihkan kuman-kuman yang ada pada kulit kepala, menambah rasa nyaman, membasmi kutu atau ketombe yang melekat pada kulit, serta memperlancar sistem peredaran darah di bawah kulit.
Persiapan alat dan bahan :
1. Handuk secukupnya.
2. Perlak atau pengalas.
3. Baskom berisi air hangat.
4. Sampo atau sabun dalam tempatnya.
5. Kasa dan kapas.
6. Sisir
7. Bengkok
8. Gayung
9. Ember kosong.
Prosedur kerja :
1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Tutup jendela atau pasang sampiran.
4. Atur posisi pasien dengan posisi duudk atau berbaring.
5. Letakkan baskom di bawah tempat tidur, tepat di bawah kepala pasien.
6. Pasang perlak atau pengalas di bawah kepala dan disambungkan ke arah bagian baskom dengan pinggir digulung.
7. Tutup telinga dengan kapas.
8. Tutup dada sampai ke leher dengan handuk.
9. Kemudian sisir rambut dan lakukan pencucian dengan air hangat. Selanjutnya gunakan sampo dan bilas dengan air hangat sambil dipijat.
10. Setelah selesai, keringkan.
11. Cuci tangan.
d. Perawatan Diri Pada Mulut dan Gigi
Gigi dan mulut adalah bagian penting yang harus dipertahankan kebersihannya sebab berbagai kuman dapat masuk melalui organ ini. Banyak organ yang berada dalam mulut seperti oro faring, kelenjar parotid, tonsil, uvula, kelenjar sublingual, kelenjar submaksilaris, dan lidah.
1) Masalah / gangguan pada gigi dan mulut
Masalah yang sering terjadi pada kebersihan gigi dan mulut, antara lain :
1. Halitosis, bau napas tidak sedap yang dapat disebabkan adanya kuman atau lainnya.
2. Ginggivitas, radang pada daerah gusi.
3. Karies, radang pada gigi.
4. Stomatitis, radang pada daerah mukosa atau rongga mulut.
5. Peridontal disease, gusi yang mudah berdarah dan bengkak.
6. Glostitil, radang pada lidah.
7. Chilosis, bibir yang pecah-pecah.
2) Tindakan perawatan diri pada gigi dan mulut
• Cara perawatan gigi dan mulut
Merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu mempertahankan kebersihan mulut dan gigi dengan membersihkan serta menyikat gigi dan mulut secara teratur. Tujuannya untuk mencegah infeksi pada mulut akibat kerusakan pada daerah gigi dan mulut, membantu menambah nafsu makan, serta menjaga kebersihan gigi dan mulut.
Persiapan alat dan Bahan :
1. Handuk dan kain pengalas.
2. Gelas kumur berisi :
a. Air masak/NaCl
b. Obat kumur
c. Boraks gliserin
3. Spatel lidah telah dibungkus denga kain kasa.
4. Kapas lidi.
5. Bengkok.
6. Kain kasa.
7. Pinset atau arteri klem.
8. Sikat gigi dan pasta gigi.
Prosedur Kerja :
1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien.
4. Pasang handuk dibawah dagu dan pipi pasien.
5. Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang berisi air dan NaCl.
6. Anjurkan pasien untuk membuka. Lakukan mulut dengan sudip lidah bila pasien tidak sadar.
7. Lakukan pembersihan di mulai dari dinding rongga mulut, gusi, gigi, lidah, bibir. Bila sudah kotor, letakkan di bengkok.
8. Lakukan hingga bersih. Setelah itu, oleskan boraks gliserin.
9. Untuk perawatan gigi, lakukan penyikatan dengan gerakan naik turun dan bilas. Lalu keringkan.
10. Cuci tangan.
e. Perawatan diri pada alat kelamin perempuan
Merupakan perawatan diri pada organ eksterna yang terdiri atas mons veneris, terletak di depan simpisis pubis; labia mayora, dua lipatan besar yang membentuk vulva; labia minora, dua lipatan kecil di antara atas labia mayora; klitoris, sebuah jaringan erektil yang serupa dengan penis laki-laki; kemudian juga bagian yang terkait disekitarnya, seperti uretra, vagina, perineum, dan anus.
1) Tindakan perawatan diri pada alat kelamin
• Cara Vulva Higiene
Vulva higiene merupakan tindakan pada pasien yang tidak mampu membersihkan vulva sendiri. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infeksi pada vulva dan menjaga kebersihan vulva.
Persiapan alat dan bahan :
1. Kapas sublimat atau desinfektan.
2. Pinset.
3. Bengkok.
4. Pispot.
5. Tempat membersihkan (cebok) yang berisi larutan desinfektan.
6. Desinfektan sesuai dengan kebutuhan.
7. Pengalas.
8. Sarung tangan.
Prosedur kerja :
1. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci tangan.
3. Atur posisi pasien dengan posisi dorsal recumbent.
4. Pasang pengalas dan psipot, kemudian letakkan di bawah glutea pasien.
5. Gunakan sarung tangan.
6. Lakukan tindakan perawatan kebersihan vulva dengan tangan kiri membuka vulva memakai kapas sublimat dan tangan kanan menyiram vulva dengan larutan desinfektan.
7. Kemudian ambil kapas sublimat dengan pinset, lalu bersihkan vulva dari atas ke bawah. Kapas yang telah kotor dibuang ke bengkok. Hal ini dilakukan hingga bersih.
8. Setelah selesai, ambil pispot dan atur posisi pasien.
9. Cuci tangan.
2. Kebutuhan Kebersihan Lingkungan Pasien
Pemenuhan kebutuhan kebersihan lingkungan pasien yang dimaksud di sini adalah kebersihan pada tempat tidur. Melalui kebersihan tempat tidur diharapkan pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa gangguan selama tidur sehingga dapat membantu proses penyembuhan. Pemenuhan kebutuhan ini melalui prosedur penyiapan tempat tidur tertutup maupun terbuka.
a) Cara Menyiapkan Tempat Tidur
Persiapan alat dan bahan :
1. Tempat tidur, kasur, bantal.
2. Seprai besar.
3. Seprai kecil.
4. Sarung bantal.
5. Perlak.
6. Selimut.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar). Organ yang berperan dalam eliminasi urine adalah Ginjal, Kandung Kemih, dan Uretra.
Perawatan diri atau kebersihan diri (personal hygiene) merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan baik secara fisik maupun psikologis. Pemenuhan perawatan diri dipengaruhi berbagai faktor diantaranya : budaya, nilai sosial pada individu atau keluarga, pengetahuan tentang perawatan diri, serta persepsi terhadap perawatan diri.
B. SARAN
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Aulia, Musrifatul. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Untuk Kebidanan. Salembang Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar