BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Antigen adalah suatu zat yang mampu memunculkan respons imun; zat asing yang merangsang tubuh untuk mensekresi antibodi tertentu atau untuk memproliferasi sel T yang teraktivitas yang spesifik terhadap antigen yang ada.
Pada umumnya merupakan protein yang berkaitan dengan bakteri dan virus yang masuk ke dalam tubuh. Beberapa berupa olisakarida atau polipeptida, yang tergolong makromolekul dengan BM > 10.000. Antigen bertindak sebagai benda asing atau nonself oleh seekor ternak dan akan merangsang timbulnya antibodi.
B. Kajian Perpustakaan
1. Pengertian Antigen
Istilah antigen mengandung dua arti, pertama untuk mengambarkan molekul yang memacu respon imun (juga disebut imunogen) dan kedua untuk menunjukkan molekul yang dapat bereaksi dengan antibodi atau sel T yang sudah disensitasi. Antigen yaitu setiap substansi asing yang dapat menginduksi timbulnya respon imun.
2. Letak Antigen
Antigen ditemukan di permukaan seluruh sel, tetapi dalam keadaan normal, sistem kekebalan seseorang tidak bereaksi terhadap sel-nya sendiri. Sehingga dapat dikatakan antigen merupakan sebuah zat yang menstimulasi tanggapan imun, terutama dalam produksi antibodi. Antigen biasanya protein atau polisakarida, tetapi dapat juga berupa molekul Iainnya. Permukaan bakteri mengandung banyak protein dan polisakarida yang bersifat antigen, sehingga antigen bisa merupakan bakteri, virus, protein, karbohidrat, sel-sel kanker, dan racun.
3. Bagian Antigen
Secara fungsional antigen terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Imunogen, yaitu molekul besar (disebut molekul pembawa). Bagian dari molekul antigen besar yang dikenali oleh sebuah antibodi (oleh reseptor sel-T) atau bagian antigen yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi atau oleh reseptor antibodi, bisa juga disebut determinan antigen atau epitop.
b. Hapten, yaitu kompleks yang terdiri atas molekul kecil. Bahan kimia ukuran kecil seperti dinitrofenol dapat diikat antibodi, tetapi bahan tersebut sendiri tidak dapat mengaktifkan sel B (tidak imunogenik). Untuk mengacu respon antibodi, bahan kecil tersebut perlu diikat oleh molekul besar. Hapten merupakan sejumlah molekul kecil yang dapat bereaksi dengan antibodi namun tidak dapat menginduksi produksi antibodi.
4. Klasifikasi Antigen
1. Pembagian antigen menurut epitop
a. Unideterminan, univalen : Hanya satu jenis determinan/ epitop pada satu molekul.
b. Unideterminan, multivalen : Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut ditemukan pada satu molekul.
c. Multideterminan, univalen : Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya (kebanyaan protein).
d. Multideterminan, multivalen : Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul
2. Pembagian antigen menurut spesifisitas
a. Heteroantigen, yang dimiliki oleh banyak spesies
b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki oleh banyak spesies tertentu
c. Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies
d. Atigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ tertentu
e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri
3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
a. T dependen, yang memerlukan pengenalan sel T terlebih dahulu untuk dapat menimbulkan respon antibodi.
b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk mebentuk antibodi.
4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
a. Hidrat arang (polisakarida) : Hidrat arang pada umumnya imunogenik.
b. Lipid : Lipid biasanya tidak imunogenik kecuali bila diikat protein pembawa.
c. Asam nukleat : Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat protein molekul pembawa.
d. Protein : Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya multideterminan dan univalent.
5. Sifat-Sifat Antigen
Antigen memiliki beberapa sifat-sifat yang khas pada antigen tersebut, sifat-sifat tersebut antaralain:
a) Keasingan
Kebutuhan utama dan pertama suatu molekul untuk memenuhi syarat sebagai imunogen adalah bahwa zat tersebut secara genetik asing terhadap hospes.
b) Sifat-sifat Fisik
Agar suatu zat dapat menjadi imunogen, ia harus mempunyai ukuran minimum tertentu, imunogen yang mempunyai berat molekul yang kecil, respon terhadap hospes minimal, dan fungsi zat tersebut sebagai hapten sesudah bergabung dengan proten-proten jaringan.
c) Kompleksitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kompleksitas imunogen meliputi baik sifat fisik maupun kimia molekul.
d) Bentuk-bentuk (Conformation)
Tidak adanya bentuk dari molekul tertentu yang imunogen. Polipeptid linear atau bercabang, karbohidrat linear atau bercabang, serta protein globular, semuanya mampu merangsang terjadinya respon imun.
e) Muatan (charge)
Imunogenitas tidak terbatas pada molekuler tertentu; tidak terbatas pada molekuler tertentu, zat-zat yang bermuatan positif, negatif, dan netral dapat imunogen. Namun demikian imunogen tanpa muatan akan memunculkan antibodi yang tanpa kekuatan.
6. Kemampuan masuk
Kemampuan masuk suatu kelompok determinan pada sistem pengenalan akan menentukan hasil respon imun.
1. Reaksi Antigen dan Antibodi
Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil yang bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi antigen bila dia melekat pada protein tubuh kita. Substansi kecil yang bisa berubah menjadi antigen tersebut dikenal dengan istilah hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik (eksternal maupun internal), kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang akan mensintesis pembentukan antibodi.
Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B menghasilkan molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada membran plasma untuk berfungsi sebagai reseptor antigen. Jumlahnya mencapai 50.000 sampai 100.000 per sel dan semuanya spesifik bagi satu determinan antigen. Sebuah antigen merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan dalam membrannya molekul immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk antigen itu. Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk antigen yang sama. Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang sama memicu respon imun sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan titer antibodi yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat molekul antigen yang memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut antigenisitas. Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi respon imun disebut imunogenitas.
Kespesifikan reaksi antara antigen dan antibodi telah ditunjukkan melalui penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Landsteiner. Ia menggabungkan radikal-radikal organik kepada protein dan menghasilkan antibodi terhadap antigen-antigen tersebut. Keputusan yang diperolehi menunjukkan antibodi dapat membedakan antara kelompok berbeda pada protein ataupun kumpulan kimia yang sama tetapi berbeda kedudukan. Ikatan yang terjadi terdiri dari ikatan non kovalen (seperti ikatan hidrogen, van der Waals, elektrostatik, hidrofobik), sehingga reaksi ini dapat kembali ke semula (reversible). Kekuatan ikatan ini bergantung kepada jarak antara paratop dan bagian-bagian tertentu pada epitop.
Terdapat berbagai kategori Interaksi antigen-antibodi, kategori tersebut antara lain:
1. Primer
Interaksi tingkat primer adalah saat kejadian awal terikatnya antigen dengan antibodi pada situs identik yang kecil, bernama epitop.
2. Sekunder
Interaksi tingkat sekunder terdiri atas beberapa jenis interaksi, di antaranya:
a. Netralisasi
Adalah jika antibodi secara fisik dapat menghalangi sebagian antigen menimbulkan effect yang merugikan. Contohnya adalah dengan mengikat toksin bakteri, antibody mencegah zat kimia ini berinteraksi dengan sel yang rentan.
b. Aglutinasi
Adalah jika sel-sel asing yang masuk, misalnya bakteri atau transfusi darah yang tidak cocok berikatan bersama-sama membentuk gumpalan
c. Presipitasi
Adalah jika komplek antigen-antibodi yang terbentuk berukuran terlalu besar, sehingga tidak dapat bertahan untuk terus berada di larutan dan akhirnya mengendap.
d. Fagositosis
Adalah jika bagian ekor antibodi yang berikatan dengan antigen mampu mengikat reseptor fagosit (sel penghancur) sehingga memudahkan fagositosis korban yang mengandung antigen tersebut.
e. Sitotoksis
Adalah saat pengikatan antibodi ke antigen juga menginduksi serangan sel pembawa antigen oleh killer cell (sel K). Sel K serupa dengan natural killer cell kecuali bahwa sel K mensyaratkan sel sasaran dilapisi oleh antibodi sebelum dapat dihancurkan melalui proses lisis membran plasmanya.
3. Tersier
Interaksi tingkat tersier adalah munculnya tanda-tanda biologik dari interaksi antigen-antibodi yang dapat berguna atau merusak bagi penderitanya. Pengaruh menguntungkan antara lain: aglutinasi bakteri, lisis bakteri, immnunitas mikroba,dan lain-lain. Sedangkan pengaruh merusak antara lain: edema, reaksi sitolitik berat, dan defisiensi yang menyebabkan kerentanan terhadap infeksi.
C. Harapan
Penulis mengharapkan kepada sekalian pembaca agar mengetahui apa itu sebenarnya Antigen serta sifat-sifat apa saja yang ada dalam Antigen. Dengan begitu, pembaca bisa membedakan antara sifat-sifat antigen yang satu dengan yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Awal
Hipersensitivitas merupakan reaksi yang terjadi akibat terpajan antigen yang berulang yang menyebabkan memicu reaksi patologi. Ada beberapa ciri-ciri yang umum pada hipersensitivitas yaitu antigen dari eksogen atau endogen dapat memicu reaksi hipersensitivitas, penyakit hipersensitivitas biasanya berhubungan dengan gen yang dimiliki setiap orang, reaksi hipersensitivitas mencerminkan tidak kompaknya antara mekanisme afektor dari respon imun dan mekanisme kontrolnya. Berdasarkan mekanisme dan waktu yang dibutuhkan untuk reaksi, hipersensitivitas terbagi menjadi empat tipe: tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV
B. Tindak Lanjut
Penanganan hipersensitivitas berlandaskan pada empat dasar :
1. Menghindari alergen
2. Terapi farmakologis
• Adrenergik
Yang termasuk obat-obat adrenergik adalah katelokamin ( epinefrin, isoetarin, isoproterenol, bitolterol ) dan nonkatelomin ( efedrin, albuterol, metaproterenol, salmeterol, terbutalin, pributerol, prokaterol dan fenoterol ). Inhalasi dosis tunggal salmeterol dapat menimbulakn bronkodilatasi sedikitnya selam 12 jam, menghambat reaksi fase cepat maupun lambat terhadap alergen inhalen, dan menghambat hiperesponsivitas bronkial akibat alergen selama 34 jam.
• Antihistamin
Obat dari berbagai struktur kimia yang bersaing dengan histamin pada reseptor di berbagai jaringan. Karena antihistamin berperan sebagai antagonis kompetitif mereka lebih efektif dalam mencegah daripada melawan kerja histamin.
• Kromolin Sodium
Kromolin sodium adalah garam disodium 1,3-bis-2-hidroksipropan. Zat ini merupakan analog kimia obat khellin yang mempunyai sifat merelaksasikan otot polos. Obat ini tidak mempunyai sifat bronkodilator karenanya obat ini tidak efektif unutk pengobatan asma akut. Kromolin paling bermanfaat pada asma alergika atau ekstrinsik.
• Kortikosteroid
Kortikosteroid adalah obat paling kuat yang tersedia untuk pengobatan alergi. Beberapa pengaruh prednison nyata dalam 2 jam sesudah pemberian peroral atau intravena yaitu penurunan eosinofil serta limfosit prrimer. Steroid topikal mempunyai pengaruh lokal langsung yang meliputi pengurangan radang, edema, produksi mukus, permeabilitas vaskuler, dan kadar Ig E mukosa.
3. Imunoterapi
Imunoterapi diindikasikan pada penderita rhinitis alergika, asma yang diperantarai Ig E atau alergi terhadap serangga. Imunoterapi dapat menghambat pelepasan histamin dari basofil pada tantangan dengan antigen E ragweed in vitro. Leukosit individu yang diobati memerlukan pemaparan terhadap jumlah antigen E yang lebih banyak dalam upaya melepaskan histamin dalam jumlah yang sama seperti yang mereka lepaskan sebelum terapi. Preparat leukosit dari beberapa penderita yang diobati bereaksi seolah-olah mereka telah terdesensitisasisecara sempurna dan tidak melepaskan histamin pada tantangan dengan antigen E ragweed pada kadar berapapun.
4. Profilaksis
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari limfosit pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimiliki virus, bakteri, fungi, protozoa dan cacing parasit. Molekul antigenic juga ditemukan pada permukaan zat-zat asing seperti serbuk sari dan jaringan yang dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis antigen yang berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling melengkapi.
Antigen memiliki beberapa sifat-sifat yang khas pada antigen tersebut, sifat-sifat tersebut antaralain:
1. Keasingan
2. Sifat-sifat Fisik
3. Kompleksitas
4. Bentuk-bentuk (Conformation)
5. Muatan (charge)
6. Kemampuan masuk
B. Saran
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.
DAFTAR PUSTAKA
Bloom, 2002, Buku Ajar Histologi, Edisi 12, diterjemahkan oleh Jan Tambayong, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Campbell, Neil A, dkk. 2000. Biologi Edisi ke-5 Jilid 8. Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar